TAPAKTUAN (Waspada) : Koordinator Forum Peduli Aceh Selatan (For-PAS), T. Sukandi meminta pihak pemerintah melalui dinas terkait bersama aparat penegak hukum (APH) tak menutup mata membiarkan perambahan hutan besar-besaran secara ilegal di kawasan gunung Desa Simpang II, Menggamat, Kecamatan Kluet Tengah.
“Aksi perambahan hutan ini disebut-sebut sudah berlangsung lama, tapi sayangnya hingga kini belum ada tindakan tegas dari pemerintah melalui dinas terkait bersama APH,” kata T. Sukandi kepada Waspada di Tapaktuan, Selasa (22/4) malam.
Berdasarkan informasi diterimanya dari masyarakat Kluet Tengah, kata T. Sukandi, aksi perambahan hutan di kawasan pedalaman Kabupaten Aceh Selatan itu sudah berlangsung sejak tahun 2023 silam. Namun sempat terhenti beberapa saat, lalu kembali berlanjut di tahun 2025 ini.
Aksi perambahan hutan berskala besar di kawasan itu, kata T. Sukandi, langsung melibatkan alat berat salah satunya seperti terpantau di kawasan Gunung Rambong Tunjang, Desa Simpang ll Menggamat, Kluet Tengah.
Persoalan ini menjadi aneh dan timbul tanda tanya besar dikalangan masyarakat setempat. Soalnya, kendati sudah berlangsung lama tapi pihak dinas terkait dan pihak APH seperti tutup mata pura-pura tidak mengetahuinya. “Terkesan sepertinya pihak terkait sengaja melakukan pembiaran,” sesal Sukandi.
Beberapa sumber dari tokoh masyarakat Menggamat, kata Sukandi, memberikan informasi kepada dirinya bahwa akibat perambahan hutan tersebut jalan tani dan jalan masyarakat hancur total. Bahkan kondisi itu juga berpotensi menimbulkan dampak terburuk lebih parah yaitu terjadi banjir bandang yang akan menyapu bersih pemukiman penduduk setempat.
“Bencana alam banjir bandang tentu berpotensi dapat mengancam jiwa dan keselamatan masyarakat banyak di Desa Simpang ll Menggamat dan sekitarnya,” beber Sukandi.
Meskipun mempertaruhkan nyawanya dan keselamatan keluarganya, kata Sukandi, tapi selama ini masyarakat setempat tetap saja masih memberikan toleransi atas aksi kejahatan dugaan perambahan hutan secara ilegal yang terjadi di kampung halamannya. Tapi, saat ini kesabaran masyarakat itu telah sampai pada titik nadir karena seakan-akan pelaku perambahan hutan ini menilai bahwa di republik ini sudah tidak ada hukum lagi sehingga bisa seenaknya berbuat sesuka hati.

“Diduga para pelaku perambah hutan tersebut berbuat sekehendak hatinya karena merasa para aparat penegak hukum sudah dapat mereka beli semuanya, bisa jadi diduga sudah diatur,” kritik Sukandi.
Maka atas tindakan pelaku perambahan hutan tersebut, T. Sukandi sebagaimana aspirasi yang disampaikan beberapa tokoh masyarakat setempat menyampaikan harapannya pada APH dan dinas terkait, agar segera menegakkan aturan hukum secara tegas dan berkeadilan.
“Segera tangkap dan sita alat berat pelaku perambah hutan sebagai barang bukti dan segera proses pelaku kejahatan perambah hutan ini berdasarkan hukum yang berlaku di Republik Indonesia,” pinta T. Sukandi.
Dikonfirmasi terpisah, Camat Kluet Tengah, Burhanudin, mengaku tak mengetahui secara persis terkait duduk persoalan dugaan perambahan hutan di Desa Simpang II, Menggamat tersebut. Tapi, dia mengaku bahwa telah menerima laporan dari Kepala Desa Simpang II bahwa perusahaan pengolah kayu itu telah beroperasi kembali.
“Memang dulu sudah lama perusahaan ini pernah beroperasi di kawasan itu tapi sudah berhenti. Waktu saya datang ke lokasi itu beberapa waktu lalu tak ada tanda aktivitas. Tapi hasil konfirmasi terakhir dengan kepala desanya, katanya sudah beroperasional kembali,” kata Burhanudin seraya mengakui berdasarkan pengakuan kepala desa pihaknya belum melihat izin resmi perusahaan dimaksud.
Karena kewenangan terbatas, Camat Kluet Tengah mengaku tak punya kuasa untuk menertibkan atau menghentikan aksi perambahan hutan di kawasan Gunung Desa Simpang II Menggamat itu.
“Kalau tak salah, itu ranahnya KPH Wilayah VI Subulussalam, biarkan aparat berwenang yang akan bertindak,” ujarnya. (chm)