BLANGPIDIE (Waspada): Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Aceh Barat Daya (Abdya), memastikan siap memberi pendampingan hukum, terhadap oknum Kepala Desa (Kades), yang diduga terjerat masalah hukum di wilayah setempat.
Hal itu ditegaskan Ketua Apdesi Abdya Venny Kurnia Rabu (29/5), menyikapi maraknya laporan tentang ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah desa secara sepihak, kepada aparat penegak hukum (APH), atas dugaan penyimpangan anggaran desa yang akhirnya menjerat Kades termasuk aparaturnya.
Seperti halnya kejadian di Desa Lhok Gayo, Kecamatan Babah Rot, Abdya. Dimana, warga setempat menggandeng Lembaga Investigasi Negara (LIN), melaporkan Kadesnya ke Polda Aceh, terkait dugaan ketimpangan pengelolaan anggaran desa di desa tersebut.
Menurut Venny Kurnia, pihaknya bersama dengan para Kades lainnya di Abdya, sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi hingga ke tingkat desa. Akan tetapi, harus dilakukan dengan langkah yang tepat dan sesuai ketentuan yang berlaku. “Kalau ada Kades yang diduga melakukan tindakan tidak benar dalam mengelola dana desa, sebaiknya diselesaikan dulu di internal desa atau di tingkat kecamatan. Kalau masih belum juga ada titik terang, silahkan lapor ke Inspektorat, sesuaikan jenjangnya dulu,” katanya.
Venny mengaku, informasi yang diterima menyebutkan bahwa masalah di Desa Lhok Gayo sudah pernah dimediasi. Mulai dari tingkat desa hingga Muspika (Camat, Kapolsek, Danramil) dan Forum Kades Kecamatan Babah Rot. Namun, saat mediasi dilakukan, pihak pelapor dalam hal ini Tuha Peut (lembaga desa), tidak hadir untuk menyelesaikan masalah.
Pihaknya sangat menyayangkan sikap sebagian Tuha Peut Lhok Gayo, yang tidak hadir saat diundang dalam musyawarah penyelesaian masalah. Sedangkan Kades yang dan seluruh aparatur desa yang dilaporkan hadir, untuk meluruskan informasi yang simpang siur tersebut.
Venny yang mengaku juga pernah menjadi Ketua Tuha Peut Desa Guhang itu menjelaskan, fungsi Tuha Peut dalam pemerintahan desa ada tiga. Masing-masing sebagai lembaga yang mengakomodir aspirasi masyarakat, membuat aturan Qanun Desa (legislasi) dan pengawasan terhadap kinerja Kades (yudikatif).
Hal tersebut sesuai Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau di Aceh disebut Tuha Peut, dan Qanun Abdya Nomor 5 Tahun 2023 tentang Pemerintahan Desa, didalamnya termaktub dengan jelas tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Tuha Peut.
Dalam aturan tersebut, makna mengawasi kinerja Kades diantaranya, Tuha Peut memastikan tidak ada pekerjaan fiktif, semua progam desa berjalan sesuai dengan perencanaan, bukan meng-audit Kades dan aparaturnya secara berlebihan. “Secara pemerintahan, audit terhadap ketimpangan pengelolaan anggaran desa itu ranahnya Inspektorat. Inspektorat yang berwenang untuk mengeluarkan keputusan jika ada terjadi penyimpangan. Bukan Tuha Peut yang mengambil fungsi Inspektorat melakukan hal itu,” lanjutnya.
Venny menambahkan, niat baik Muspika untuk mempertemukan kedua belah pihak dalam menyelesaikan masalah di Lhok Gayo adalah langkah kedua, jika mediasi di tingkat desa tidak menemukan titik temu. Ia yakin, jika masalah ini dimusyawarahkan, tentu bisa selesai dengan baik tak mesti terlalu jauh. “Tapi masalahnya, Tuha Peut tidak hadir. Tidak mungkin masalah ini diselesaikan secara sepihak. Mestinya kedua belah pihak harus legowo dan berlapang dada, untuk hadir menyelesaikan persoalan sesuai dengan fungsi tuha peut juga,” ujarnya.
Menurut Venny, melaporkan langsung pemerintah desa ke Polda Aceh adalah langkah yang terlalu jauh. Secara etika, hal itu tidak sesuai dilakukan. Seharusnya ada tahapan-tahapan dalam melaporkan dugaan penyimpangan pengelolaan Dana Desa. Seperti membuat laporan ke dinas terkait, dalam hal ini DPMP4 Abdya dan Inspektorat, sesuai aturan yang ada.
Apalagi kata Venny, belum tentu Kades yang dilaporkan itu terbukti bersalah. “Tidak semua persoalan di desa harus berujung ke polisi (Polda Aceh), semua ada jenjang dan mekanismenya. Aneh saja, jika setiap permasalahan di desa, semua orang dengan mudah melapor ke polisi. Tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan, asalkan ada niat baik untuk menyelesaikannya dan keinginan bersama untuk membangun desa,” terangnya.
Venny juga mengungkapkan, setelah mendengar laporan Tuha Peut Lhok Gayo ke Polda Aceh, Apdesi Abdya berniat memediasi kedua belah pihak. Namun, karena Tuha Peut telah mengambil langkah menggandeng LIN dan membawa perkara ini ke Polda Aceh, Apdesi Abdya akhirnya tidak bisa memediasi perkara tersebut.
Meski demikian, Venny menegaskan bahwa sebagai lembaga yang menaungi pemerintahan desa seluruh Indonesia, pihaknya sudah berkoordinasi dengan DPD Apdesi Aceh dan DPP Apdesi Pusat agar memberikan pendampingan hukum kepada 152 Kades di Abdya. “Insya Allah, kami sudah menandatangani kontrak dengan pengacara, untuk memberikan pendampingan hukum atas dugaan kasus yang menimpa rekan kami, saudara Alimuddin. Dalam waktu dekat, kuasa hukum dari Apdesi ini akan mulai bekerja dengan mengumpulkan bukti-bukti pendukung atas kasus ini,” urainya.
Ia menegaskan, jika dalam penyelesaian masalah, Kades dan Aparatur Desa Lhok Gayo terbukti melanggar hukum karena menyelewengkan anggaran Desa, maka pihaknya mendukung proses hukum berlanjut.
Venny berharap kepada seluruh Kades agar berkerjasama dengan baik dengan Tuha Peut sebagai mitra. Apabila ada indikasi masalah segera diselesaikan dengan musyawarah, tanpa di seret ke ranah hukum dulu.(b21)