LHOKSEUMAWE (Waspada): Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Lhokseumawe Rusydi Sastrawan, SH, MH akan berbagi pengetahuan tentang pelaksanaan hukum di Aceh. Bahkan KUHP dan KUHAP bisa berjalan selaras sesuai keinginan masyarakat di daerah masing-masing.
Salah satunya adalah pelaksanaan cambuk di Aceh, tentunya pada era teknologi sekarang kita dapat mendalami dan memahaminya dengan mencari informasi pelaksanaan hukuman cambuk melalui jejaring sosial.
Hukuman cambuk yang dilakukan oleh jaksa melalui algojo yang seluruh tubuhnya tertutup oleh kain berwarna hitam dan dengan rotan di tangannya melakukan cambukan kepada terdakwa sesuai dengan putusan Hakim.
Rusydi yang berprofesi sebagai Jaksa telah banyak menghimpun pengalaman dan pengetahuan karena telah bertugas di berbagai daerah.
Rusydi mengaku merasa sangat unik dengan pelaksanaan hukum pidana di Aceh, karena dapat dipastikan di Negara Indonesia hanya di Aceh saja adanya pelaksanaan eksekusi cambuk, sehingga pengetahuan itu tidak mungkin dirasakan oleh kawan-kawan jaksa yang tidak pernah bertugas di Aceh.
Rusydi menjelaskan dengan dinamika hukum pidana di Aceh terkait pelaksanaan di lapangan yang bersinergi dengan hukum pidana nasional yang sering menggunakan KUHP maupun KUHAP atau peraturan perundang-undangan lain yang nuansanya sangat berbeda ketika sedang berada di Aceh.
Rusydi pun menguraikan perbedaan-perbedaan yang ada. Diantaranya;
- Pelaksanaan penegakan hukum pidana yang pintu utama kepolisian dan kejaksaan sangat menghormati adanya ketentuan Qanun, kalaupun lolos di pintu pertama di Kepolisian sebagai penyidik, maka penuntut umum yang akan memberikan koreksi kepada penyidik untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Qanun. Sebagai contoh penerapan Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat Dan Adat Istiadat dimana di dalam Qanun tersebut menjelaskan bahwa “Aparat penegak hukum memberikan kesempatan agar sengketa/perselisihan diselesaikan terlebih dahulu secara adat di Gampong atau nama lain” sehingga apabila dalam proses penyidikan tersebut dari pihak penyidik tidak melakukan proses tersebut, maka penuntut umum akan memberikan petunjuk agar melaksanakan ketentuan tersebut dan sejauh ini penulis telah secara berkelanjutan melaksanakan tugas dan fungsi tersebut. Menjadi pertanyaan lanjutan untuk kita semua, apa saja tindak pidana yang harus melewati proses adat setempat yaitu :
a. Perselisihan dalam rumah tangga;
b. Sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh;
c. Perselisihan antar warga;
d. Khalwat meusum;
e. Perselisihan tentang hak milik;
f. Pencurian dalam keluarga (pencurian ringan);
g. Perselisihan harta sehareukat;
h. Pencurian ringan;
i. Pencurian ternak peliharaan;
j. Pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan;
k. Persengketaan di laut;
l. Persengketaan di pasar;
m. Penganiayaan ringan;
n. Pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat);
o. Pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik;
p. Pencemaran lingkungan (skala ringan);
q. Ancam mengancam (tergantung dari jenis ancaman); dan
r. Perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat dan adat istiadat. - Jika di tempat lain terjadi kekosongan hukum terkait perbuatan zina, tidak berlaku untuk di Aceh karena di dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat pada pasal 1 angka 26 menjelaskan bahwa Zina adalah persetubuhan antara seorang laki-laki atau lebih dengan seorang perempuan atau lebih tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak. Bagi pelaku yang melakukan perbuatan Jarimah zina diancam dengan ‘Uqubat Hudud cambuk 100 (seratus) kali (Vide Pasal 33 ayat (1)) dan akan lebih berat lagi jika dilakukan perbuatan yang berulang atau lebih dari 1 (satu) kali serta diperberat lagi jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak.
- Kewenangan jaksa dalam melakukan Uqubat yaitu hukuman yang dijatuhkan oleh hakim terhadap pelanggaran Jarimah sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 247 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat dengan cara sebagai berikut :
a. Pelaksanaan Uqubat cambuk dilakukan oleh jaksa dengan menyiapkan tempat pencambukan, menentukan waktu dan menunjuk pencambuk dan berkoordinasi dengan Ketua Mahkamah Syar’iyah, Kepala Dinas Kesehatan dan Instansi yang membawahi Wilayatul Hisbah Kabupaten/kota setempat.
b. Atas permintaan jaksa, instansi yang membawahi Wilayatul Hisbah kabupaten/kota setempat mempersiapkan pencambuk (algojo).
c. Uqubat cambuk dilaksanakan di suatu tempat terbuka dan dapat dilihat oleh orang yang hadir dan tidak boleh dihadiri oleh anak-anak dibawah umur 18 (delapan belas) tahun.
d. Jaksa, hakim pengawas, dokter yang ditunjuk dan petugas pencambuk berdiri di atas atau di sekitar alas tempat pencambukan selama pencambukan berlangsung. - Sebagaimana telah diuraikan di atas proses peradilan pidana di Aceh dilaksanakan di dua peradilan yaitu pelaksanaan penegakan hukum pidana yang diatur di dalam Qanun di Mahkamah Syariah atau bisa dibilang pengadilan agama kalau di daerah lain dan Pengadilan Negeri untuk perkara pidana yang diatur di luar Qanun.
Rusydi menerangkan pelaksanaan penegakan hukum pidana di Aceh tentu berbeda dari tempat lainnya.
“Bagaimana menurut kalian apakah Indonesia perlu belajar dari Aceh, bagaimana mengsinkronkan hukum yang ada selama ini yaitu KUHP dan KUHAP bisa berjalan dan selaras dengan keinginan masyarakat di wilayah setempat,” ujarnya.
Apalagi setiap daerah Indonesia tentunya memiliki karakter dan ciri khas sendiri di dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang tidak bisa digeneralisir hanya dengan cukup aturan nasional. Sehingga perlu mendalami lebih jauh dari karakter dan kultur wilayah setempat. (b09)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.