Air Krueng Langsa Tercemar Mikroplastik

  • Bagikan

LANGSA (Waspada): Hasil temuan tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) bersama dengan Forum Konservasi Leuser (FKL), Rabu (8/6) air Krueng (Sungai-red) Langsa dinyatakan tercemar mikroplastik dan tidak layak untuk dikomsumsi oleh masyarakat Kota Langsa karena mengandung klorin.

Direktur Ecoton yang juga tim peneliti ESN, Prigi Arisandi didampingi Mukhlis Ramadhan dari FKL, menjelaskan telah mengambil sampel air di tiga lokasi, mulai dari intake PDAM Tirta Keumuning hingga Gampung Meurande Dayah.

Air Krueng Langsa Tercemar Mikroplastik

“Kegiatan penelitian ini untuk melihat timbulan sampah dan kualitas air di Krueng Langsa dari hasil penelitian ditemukan kandungan klorin sebesar 0.13 sampai 0.35 ppm yang sudah melebihi baku mutu sebesar 0.03 ppm sesuai dengan PP 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan lingkungan hidup,” jelas Prigi.

Ditambahkannya, klorin merupakan senyawa yang banyak berasal dari aktivitas pemupukan di lahan perkebunan. Selain itu Kandungan logam berat tembaga (Cu) ditemukan sebesar 0.03 sampai 0.08 di tiga lokasi yang juga melebihi baku mutu sebesar 0.02 ppm.

Selain parameter kimia, ditemukan juga kandungan mikroplastik di Krueng Langsa. Mikroplastik ini berasal dari sampah plastik yang banyak dibuang oleh masyarakat di Sungai.

“Sampah yang dibuang sembarangan akan masuk ke Krueng Langsa dan terfragmentasi atau terpecah menjadi mikroplastik,” ucapnya.

Air Krueng Langsa Tercemar Mikroplastik
Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) bersama dengan Forum Konservasi Leuser (FKL), saat melakukan penelitian di Krueng Langsa, Rabu (8/6). Waspada/Rapian

Ditambahknya, seharusnya Pemko Langsa memperhatikan banyaknya sampah plastik di Krueng Langsa serta mengendalikan sumber pencemaran yang berasal dari perkebunan sawit dan Sungai ini juga digunakan sebagai bahan baku air PDAM Kota Langsa.

“Pemko Langsa harus banyak menyediakan infrastuktur pengolahan sampah di tingkat Desa maupun Dusun serta mendorong masyarakat untuk mengurangi plastik sekali pakai melalui peraturan walikota tentang larangan penggunaan plastik sekali pakai,” pungkas Prigi. (crp).

  • Bagikan

Respon (1)

  1. FKL sebagai lembaga swadaya masyarakat semestinya bisa membantu membangun insfrastruktur sebagai pilot project sesuai dengan kemampuan lembaga di salah satu gampong/desa di Langsa karena hasil penelitian tersebut juga harus dipertanggung jawabkan sebagai sebuah solusi dari aktivitas mereka di hulu krueng Langsa, karena sehemat saya badak juga hidup dalam lingkungan sungai, dan sering dalam pencarian cecak badak hilang di sekitar sungai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *