Tafakur Al Hikam Al ‘Atha’iyyah Syarh Wa Tahlil: Sinar Rembulan Dari Yagmurkuyusu – Turki Abad Ke-20

  • Bagikan
Tafakur Al Hikam Al 'Atha'iyyah Syarh Wa Tahlil: Sinar Rembulan Dari Yagmurkuyusu - Turki Abad Ke-20

Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)

Al Hikam Al ‘Atha’iyyah Syarh Wa Tahlil (الحكم العطاءية شرح و تحليل ) adalah kitab yang ditulis oleh Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan al Buthi (شيخ محمد سعيد رمضان البوطي) yang isinya mensyarah atau menjelaskan secara luas dan mendalam tentang isi kitab Al Hikam karya imam Ibnu ‘Atha’illah al Sakandari. Kitab Al Hikam Al ‘Atha’iyyah Syarh Wa Tahlil salah satu dari 70 karya Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan al Buthi yang paling populer. Kitab Al Hikam Al ‘Atha’iyyah Syarh Wa Tahlil terdiri atas 2 jilid, dan 4 Juz, kitab ini adalah kitab syarah Al Hikam terlengkap dan mendalam yang ditulis oleh seorang ulama kontemporer abad ke-20 yaitu Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan al Buthi.

Perlu sedikit dijelaskan bahwa kitab Al Hikam karya Imam Ibnu Atha’illah al Sakandari adalah kitab tasawuf yang sangat monumental di dunia Islam setelah kitab Ihya’ ‘Ulumuddin karya imam al Ghazali. Kitab Al Hikam ditulis oleh Imam Ibnu Atha’illah al Sakandari antara tahun 1250 Masehi hingga tahun 1310 Masehi. Kitab Al Hikam merupakan kitab yang memadukan tasawuf akhlaqi, tasawuf ‘amali, dan tasawuf falsafi. Kitab ini merupakan kitab tasawuf pertama yang dikaji oleh banyak pihak lintas madzhab di dalam Islam dan juga oleh orang orang non muslim.

Adapun di antara isi kitab Al Hikam Al ‘Atha’yyah Syarh Wa Tahlil adalah sebagaimana yang tertulis pada pembahasan ke-58 tentang Hati Yang Mati, tertulis sebagai berikut : من علامات موت القلب عدم الحزن على ما فاتك من الموافقات، و ترك الندم على ما فعله من وجود الزلات.

Artinya, di antara tanda tanda kematian hati adalah tidak adanya kesedihan atas apa apa yang kamu tinggalkan terhadap amal amal yang diajarkan oleh syari’at. Dan tidak meninggalkan penyesalan atas apa-apa yang telah kamu lakukan berupa ketergelinciran dari hal-hal yang menyimpang.

Adapun syarah dari apa yang ditulis oleh Imam Ibnu Atha’illah al Sakandari tersebut di atas, menurut Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan al Buthi adalah, bahwa ungkapan di atas banyak menyimpan rahasia yang penting, tidak hanya sekadar sebuah kesedihan karena meninggalkan perbuatan baik dan ajaran syari’at atau menyesal karena telah berbuat dosa, seperti halnya istilah al muwafiqat (kebaikan atau amal baik), namun juga terkait dengan istilah teknis dalam suluk (jalan mendekatkan diri kepada Allah Swt).

Yaitu sebagaimana yang Allah Swt firmankan di dalam surat al Ruum (30), ayat, 30 berikut ini : فاقم وجهك للدين حنيفا فطرت الله التي فطر الناس عليها لا تبديل لخلق الله ذلك الدين القيم و لكن اكثر الناس لا يعلمون. Artinya, Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus ( kepada agama Islam ), sesuai fitrah (dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (tersebut).

Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Kematian hati menurut Imam Ibnu Atha’illah al Sakandari dan Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan al Buthi tidak hanya menyangkut meninggalkan kebaikan yang diajarkan di dalam syari’at Islam dan bukan pula hanya sekadar tidak adanya penyesalan atas dosa-dosa, namun juga menyangkut dengan konsistensi terhadap menjalankan ketentuan agama Islam dan keistiqamahan dalam menjaga fitrah atau kesucian diri hamba Allah itu sendiri.

Selanjutnya di dalam pembahasan ke-55 kitab Al Hikam, Imam Ibnu Atha’illah al Sakandari menulis tentang Zahid dan Raghib sebagai berikut: ما قل عمل برز من قلب زاهد، و لا كثر عمل برز من قلب راغب. Artinya, tidak dapat dianggap sedikit amal-amal yang keluar (dihasilkan) dari hati yang zahid dan tidak dapat dianggap banyak amal amal yang keluar (dihasilkan) dari hati yang raghib.

Syekh Muhammad Sa’id al Buthi memberikan syarah tentang hal tersebut di atas di dalam kitabnya Al Hikam Al ‘Atha’iyyah Syarh Wa Tahlil sebagai berikut, Istilah zahid (orang yang zuhud) adalah seseorang yang hatinya sudah tidak lagi menginginkan diniawiah dan hanya ingin bertaqarrub kepada Allah. Lawan dari zahid adalah raghib, yaitu seseorang yang hatinya masih menginginkan duniawiah.

Ini semua terkait dengan hati. Raghib bukanlah seorang hubbu al dunya (orang yang mencintai dunia) yang tenggelam dalam mencintai hal-hal yang bersifat duniawiah, namun hanya memiliki keinginan akan duniawiah di dalam hatinya. Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh imam Ibnu Majah dari jalur sahabat Sahal Bin Sa’ad, Nabi Saw bersabda: ازهد في الدنيا يحبك الله و ازهد فيما عند الناس يحبك الناس.

Artinya, Zuhudlah dari dunia, niscaya Allah akan mencintaimu dan zuhudlah dari apa yang ada pada manusia, niscaya mereka akan mencintaimu.

Selanjutnya di dalam kitab Al Hikam pada pembahasan ke 10, Imam Ibnu Atha’illah al Sakandari menuliskan tentang Rahasia Hati atau Cahaya Hati, sebagai berikut, الا عمال صور قاءمة، و ارواحها وجود سر الاءخلاص فيها. Artinya, Amal-amal itu semata mata bentuk yang tampil, adapun ruh ruh yang menghidupkannya adalah hadirnya sirr ikhlas (rahasia atau cahaya ikhlas) yang ada padanya.

Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan al Buthi di dalam kitabnya Al Hikam Al ‘Atha’iyyah Syarh Wa Tahlil memberikan syarah atas ungkapan imam Ibnu Atha’illah al Sakandari di atas sebagai berikut, Suatu hari di saat Rasulullah Saw sedang berkumpul dengan beberapa sahabatnya, datanglah seorang perempuan membawa beberapa buah jeruk sebagai hadiah untuk Nabi Saw dan Nabi Saw menerimanya dengan penuh kegembiraan.

Lalu Nabi Saw memakannya sambil tersenyum, sampai semua jeruk tersebut habis tanpa menyisakan satu buah pun dan tanpa menawarkannya kepada para sahabat sama sekali. Perempuan yang memberi hadiah jeruk itupun merasa puas, karena semua jeruk pemberiannya dihabiskan oleh Nabi Saw tanpa tersisa. Lalu perempuan itu pamit pulang kepada Nabi Saw dan kemudian di antara para sahabat yang hadir bertanya kepada Nabi Saw kenapa Nabi Saw tidak menawarkan satu buah jerukpun kepada mereka.

Kemudian, Nabi Saw menjelaskan bahwa semua buah jeruk itu sangat masam, maka Nabi Saw tidak menawarkannya kepada para sahabat yang hadir, khawatir mereka mengungkapkan rasa masam jeruk itu kepada perempuan yang telah memberikan jeruk itu kepada Nabi Saw. Oleh sebab itu, Nabi Saw memakan semua jeruk tersebut tanpa menawarkannya kepada para sahabat yang hadir.

Begitulah tingginya akhlaq dan budi pekerti Nabi Saw yang menjaga agar marwah dan air muka orang yang telah berbuat baik tidak jatuh. Sikap Nabi Saw tersebut, karena ada cahaya ikhlas yang memenuhi relung batinya, karena sikap dan prilaku adalah cerminan dari apa yang ada di dalam hati.

Di dalam sebuah hadist qudsi, disebutkan bahwa Nabi Saw bertanya kepada Jibril tentang ikhlas, maka Jibril menjawab bahwa Allah Swt berfirman, ikhlas adalah salah satu dari rahasia Allah Swt yang diletakkan ke dalam hati para hambaNya yang dicintaiNya. Sirr artinya rahasia dan hakikat sirr itu adalah cahaya khusus yang Allah Swt berikan kepada seorang hamba yang dicintai-Nya.

Tidak ada amal mulia yang dapat tegak pada diri seorang hamba, kecuali Allah Swt telah menanamkan rahasia cahaya ikhlas yang menghidupkan amal mulia tersebut pada diri hamba yang dicintaiNya. Adapun sekilas tentang Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan al Buthi yang penting untuk diketahui adalah bahwa beliu dilahirkan di desa Yagmurkuyusu Cizre Turki pada tahun 1929 Miladiah dan wafat terbunuh dalam peristiwa peledakkan di masjid al Iman di Damaskus bersama cucunya dan 40 jamaah masjid yang ada di dalamnya, pada tanggal 21 Maret tahun 2013 Miladiah.

Jenazahnya dishalatkan di dalam masjid al Umawi Damaskus dan dimakamkan di sebelah makam Shalahuddin al Ayubi di benteng Damaskus. Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan al Buthi wafat dalam usia 84 tahun. Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan al Buthi memiliki banyak karya akademik, di antaranya adalah kitab al Bidayat Bakurah A’mali al Fikriyyah, kitab al Ta’arruf ‘Ala al Dzat Huwa al Thari al Thariq al Mu’abbad Ila al Islam, kitab al Madzahib al Tauhidiyyah Wa Falsafah al Mu’ashirah, kitab Barnamij Dirasat Qur’aniyyah, kitab Manhaj al Hadharah al Insaniyyah Fi al Qur’an, kitab Min Rawa’i’i al Qur’an al Karim, kitab Kalimat Fi Munasabat, kitab Hadza Ma Qultuhu Amama Ba’dha al Ru’asa Wa al Muluk, kitab Masyru’at Ijtima’iyyah, kitab Al Hikam Al Atha’iyyah Syath Wa Tahlil, dan lain-lainnya.

Selain itu, Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan al Buthi mengenyam pendidikan di universitas Damaskus dan di universitas al Azhar – mesir dan menyandang gelar akademik Doktor. Apa yang ditulis oleh Imam Ibnu Atha’illah al Sakandari di dalam kitab Al Hikam dan syarah atau penjelasannya di dalam kitab Al Hikam Al ‘Atha’iyyah Syarh Wa Tahlil yang ditulis oleh Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan al Buthi, serasa bermanfaat untuk dikaji dan diteliti, agar wawasan keilmuan umat Islam menjadi lebih luas dan berkembang.

Semoga dengan terus membaca berbagai sumber literatur ilmu ilmu keIslaman, wawasan kita sebagai umat Islam semakin luas dan berkembang dan selalu membawa kita kepada suatu titik kesadaran yang mendalam, bahwa betapa masih banyaknya ilmu yang belum tergali dan masih harus terus dipelajari. Wallahua’lam. WASPADA.id

Penulis adalah Dosen Hadist Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tafakur Al Hikam Al 'Atha'iyyah Syarh Wa Tahlil: Sinar Rembulan Dari Yagmurkuyusu - Turki Abad Ke-20

Tafakur Al Hikam Al 'Atha'iyyah Syarh Wa Tahlil: Sinar Rembulan Dari Yagmurkuyusu - Turki Abad Ke-20

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *