Cahaya Ilmu Menerangi Cakrawala Pusat Kekuasaan Islam Di Mesir Abad Ke-9 Hijriyah

  • Bagikan
Cahaya Ilmu Menerangi Cakrawala Pusat Kekuasaan Islam Di Mesir Abad Ke-9 Hijriyah

Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)

Al Risalah Al Sulthaniyah Lil Imam Jalaluddin al Suyuthi ( الرسالة السلطانية للاءمام جلال الدين السيوطي ) adalah kitab yang berisi surat yang dikirim oleh imam Jalaluddin al Suyuthi kepada penguasa Islam di Mesir, yaitu Sultan al Malik al Asyraf Qaitabay, yang berkuasa pada tahun 883 Hijriah sampai dengan tahun 901 Hijriah. Adapun inti dari isi surat tersebut adalah penolakan imam Jalaluddin al Suyuthi kepada Sultan al Malik al Asyraf Qaitabay atas undangan yang diberikan kepada imam Jalaluddin al Suyuthi untuk hadir berkunjung ke istana Sultan al Malik al Asyraf Qaitabay.

Penolakan itu, dimanfaatkan oleh orang yang tidak suka kepada imam Jalaluddin al Suyuthi untuk memfitnahnya bahwa ia (imam Jalaluddin al Suyuthi) enggan duduk berkumpul bersama Sulthan. Untuk meluruskan fitnah tersebut, imam Jalaluddin al Suyuthi menulis surat atau risalah secara langsung kepada Sulthan al Malik al Asyraf Qaitabay dalam rangka memberikan tabayun.

Pada dasarnya, kitab Al Risalah Al Sulthaniyah, hanyalah bahagian dari isi kitab imam Jalaluddin al Suyuthi yang berjudul Ma Rawahu Al Asathin Fi ‘Adami Al Maji’ Ila Al Salathin. Kitab Al Risalah Al Sulthaniyah menjadi sangat menarik karena memuat ulasan yang menarasikan bahwa membangun kebersamaan antara ilmu dan kekuasaan itu menjadi sangat penting dan bernilai strategis.

Orang-orang yang berilmu sangat dibutuhkan untuk dapat mendampingi kekuasaan, sehingga antara ulama dan umara berjalan beriringan. Ilmunya para ulama menjadi penerang bagi pengembangan kemajuan penguasa dalam menata dan mengelola kepemimpinan seorang umara.

Kitab Al Risalah Al Sulthaniyah pertama kali dicetak di Beirut pada tahun 2004 Miladiah oleh penerbit Dar Wahyu al Qalam dan ditahqiq oleh Mukhtar al Jabaliy. Di dalam mukadimah pentahqiq kitab Al Risalah Al Sulthaniyah, Mukhtar al Jabaliy mencantumkan surat Ali Imran ayat 18 berikut ini: شهد الله انه لا اله الا هو و الملاءكة و اولوا العلم قاءما بالقسط لا اله الا هو العزيز الحكيم.

Artinya, Allah menyatakan bahwasannya tidak ada tuhan selain Dia (Allah), (Allah) yang menegakkan keadilan. (Demikian pula) para malaikat dan orang berilmu. Tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Imam al Qurthubi memberikan penafsiran atas surat Ali Imran ayat 18 tersebut di atas, dengan menyebutkan bahwa di dalam ayat tersebut, terdapat dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu, serta kemuliaan dan keutamaan ulama’. Sebab kata imam al Qurthubi, penyebutan orang-orang yang berilmu di dalam surat Ali Imran ayat 18 tersebut, disandingkan dan disebutkan bersama dengan penyebutan malaikat.

Selanjutnya di dalam kitab Al Risalah Al Sulthaniyah, halaman, 14, imam Jalaluddin al Suyuthi menulis kutipan hadist riwayat imam Ahmad, dalam Musnad Ahmad, jilid, 5, halaman, 196, riwayat imam Abu Daud, nomor hadits, 3.641, dan riwayat imam al tirmidzi, nomor hadits, 2.682, melalui sahabat Abu Darda’ Nabi Saw bersabda sebagai berikut: ان العلماء ورثة الانبياء و ان الانبياء لم يورثوا دينارا و لا درهما انما ورثوا العلم فمن اخذه اخذ بحظ وافرا.

Artinya, Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi, sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, para Nabi hanya mewariskan ilmu. Maka, siapa yang mengambil ilmu dari para Nabi tersebut, sungguh telah mengambil bagian yang melimpah.

Selanjutnya imam Ibnu Qayyim al Jauziyah menjelaskan tentang hadits tersebut di atas sebagai berikut : قال الامام ابن القيم رحمه الله هذا من اعظم المناقب لاهل العلم فان الانبياء خير خلق الله فورثتهم خير الخلق بعدهم و في هذا تنبيه على انهم اقرب الناس اليهم فان الميراث انما يكون لاق لاقرب الناس الى المورث والنصوص في فضل العلماء كثيرة جدا.

Artinya, telah berkata imam Ibnu al Qayyim, ini salah satu manaqib terbesar bagi ahli ilmu, sebab para Nabi merupakan makhluk Allah yang terbaik, sehingga para pewaris merekapun merupakan manusia yang paling dekat hubungannya dengan para Nabi, sebab warisan itu hanya diberikan kepada orang yang paling dekat dengan si pemberi warisan.

Nash yang menyatakan keutamaan ulama jumlahnya sangat banyak sekali. Selanjutnya imam Jalaluddin al Suyuthi menulis di dalam kitabnya Al Risalah Al Sulthaniyah, halaman, 15 sebagai berikut : و هذا التكريم الكبير و المنزلة العالية التي يحظى بها العالم في الاءسلام امانة ثقيلة في عنقه فهي تشريف و كذلك تكليف و كلما كانت الرتبة في العلم عالية كانت المؤاخذة على ترك العمل به شديدة و صارمة فعلى من اكرمه الله عز و جل بالعلم و الفقه في الدين ان يخلص في عمله و يعمل بمقتضاه و يصونه على كل ما يدنسه فلا يتخذه سلما لمقاصد خسيسة و اغراض دنيءة مثل التزلف الي السلاطين و شراء الدنيا بالدين.

Artinya, penghormatan besar dan kedudukan luhur yang diperoleh para ulama dalam Islam ini merupakan amanah yang berat di pundaknya. Hal ini merupakan penghormatan sekaligus beban tugas. Pada saat tingkatan keilmuan seseorang itu menjadi tinggi, maka hukuman yang diberikan kepadanya akibat tidak mengamalkan ilmu pun sangat berat dan tajam. Oleh sebab itu, siapapun yang dimuliakan oleh Allah Swt dengan ilmu dan kefaqihan dalam urusan agama, hendaklah ia mengikhlaskan amal, melaksanakan konsekuensinya, dan memeliharanya dari segala hal yang bisa menodainya.

Oleh karena itu, jangan menjadikan ilmu sebagai tangga menggapai maksud-maksud yang remeh dan tujuan tujuan yang rendah, seperti mendekatkan diri secara tidak wajar dan tidak pantas kepada penguasa dan membeli dunia dengan menjual agama.

Kemudian imam Jalaluddin al Suyuthi di dalam kitab Al Risalah Al Sulthaniyah nya pada halaman, 24 menuliskan sebagai berikut : و فتنة السلطان من اعظم لفتن و البلايا التي تعرض للعالم في حياته لذلك جاءت النصوص الشرعية و اقوال الاءمة تترى بالنهي الشديد عن الاقتراب من الحكام الظلمة فضلا عن مشاركتهم فيما هم فيه.

Artinya, fitnah penguasa merupakan salah satu fitnah dan bencana terbesar yang menghadang seorang ulama’ semasa hidupnya. Oleh karena itu pula ada banyak nash syari’at dan pernyataan para imam yang secara beruntun melarang keras untuk mendekati pemerintah yang tidak baik secara tidak baik pula, terlebih jika ikut serta dalam ketidakbaikan itu.

Selanjutnya imam Jalaladdin al Suyuthi menuliskan surat di dalam Al Qur’an, yaitu surat Hud ayat, 113, dimana Allah Swt berfirman sebagai berikut: و لا تركنوا الى الذين ظلموا فتمسكم النار Artinya, Dan janganlah kamu cendrung kepada orang orang yang zhalim, yang menyebabkan kamu disentuh api neraka.

Imam Jalaluddin al Suyuthi memiliki nama lengkap Abdurrahman Bin Abi Bakar Bin Muhammad Bin Sabiquddin Bin al Fakhr Utsman Bin Nashiruddin Muhammad Bin Syaifuddin Khadhari Bin Najmuddin Abi al Shalah Ayub Ibn Nashiruddin Muhammad Bin al Syekh Hammamuddin al Hamman al Khadhari al Suyuthi. Dilahirkan ba’da Maghrib malam Ahad tanggal 1 Rajab 849 Hijriah (3 Oktober 1445 M) di daerah Asyuth – Kairo (Mesir). Selain itu, dari pihak ayahnya berdarah campuran Baghdad dan Persia, yang telah lama menetap di al Khudayriyya di Baghdad. Sedangkan dari pihak ibunya berdarah Sirkasian.

Sirkasian biasa juga disebut Adighe adalah salah satu kelompok etnis yang ada di wilayah Sirkasia daerah Kaukasus Utara dan di sepanjang pantai Timur Laut dari Laut Hitam. Letaknya persis di persimpangan Eropa Timur dan Asia Barat, di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia. Imam Jalaluddin al Suyuthi wafat pada malam Jum:at tanggal 10 Jumadil Awal tahun 911 Hijriah (18 Oktober 1505.M) di kediamannya di Raudhah – Mesir dalam usia 61 tahun 10 bulan dan kemudian dimakamkan di pemakaman Qushun di Kairo.

Kemudian, Imam Jalalaluddin al Suyuthi terkenal sebagai mujtahid dan mujadid abad ke-9 Hijriah. Imam Jalaluddin al Suyuthi memulai pengembaraan ilmunya dengan belajar Al Qur’an kepada ayahnya sendiri, setelah ayahnya wafat di usianya yang ke-5 tahun, akhirnya imam Jalaluddin al Suyuthi mampu menghafal 30 Juz al Qur’an di usia 8 tahun. Kemudian beliau melanjutkan menghafal hadits dan diakhir hayatnya ia telah hafal 200 ribu buah hadist. Imam Jalaluddin al Suyuthi juga hafal isi kitab Minhajul Faqih Wa al Ushul dan kitab al ‘Umdah dan kitab Alfiyah Ibnu Malik.

Sebagai imam mujtahid dan mujaddid abad ke-9 Hijriah, imam Jalaluddin al Suyuthi menguasai banyak ilmu dengan baik, meliputi ilmu tafsir, hadist, ushul fiqh, fiqh, kalam, sejarah, mantiq, filsafat, filologi, aritmatika, falaq, dan bahkan ilmu kedokteran. Selain itu, sebagai seorang ulama besar, imam Jalaluddin al Suyuthi tentunya memiliki banyak guru, seperti imam Kamaluddin Bin al Hammad, imam al Syaraf al Manawi, imam Taqiyuddin al Syibli, imam Qasim Bin Qathlu Bugha, imam Taqiyuddin Bin Fahd.

Adapun guru-guru imam Jalaluddin al Suyuthi yang dari kalangan perempuan adalah Ummu Hani al Mishriyah, Aisyah Binti Abdul Hadi, Syarah Binti Abdissiraj Bin Jama’ah, Zainab Binti al Hafidz al ‘Iraqi, Ummu Fadhl Binti Muhammad al Maqdisi, dan lain-lainnya. Imam Jalaluddin al Suyuthi juga memiliki karya akademik yang sangat banyak kurang lebih sampai 981 karya termasuk diktat kecil, di antara karya akademiknya adalah kitab Syarah al Isti’aadha Wa al Basmallah, ini kitab pertama yang beliau tulis pada tahun 866 Hijriah, pada saat itu imam Jalaluddin al Suyuthi baru berusia 17 tahun.

Kitab tafsir Jalalain, kitab al Itqan Fi ‘Ulum al Qur’an, kitab al Tibb al Nabawi, kitab al Jami’ al Kabir, kitab al Jami’ al Shaghir, kitab Dur al Manshur, kitab Alfiyah al Hadits, kitab Tadrib al Rawi, kitab Tarikh al Khulafa’, kitab Thabaqat al Hufadz, kitab al Khasha’is al Kubra, kitab al Asybah Wa Nadzha’ir, kitab Syarh Sunan Ibnu Majah, kitab al Dibaj ‘Ala Shahih Muslim Bin Hajjaj, kitab al Madraj Ila al Mudraj, kitab al Muzhar Fi ‘Ulum al Lughah Wa Anwa’uha, kitab al Madzhab Fi Maa Waqa’a Fi al Qur’an Min al Mu’rab, dan lain-lainnya.

Imam Jalaluddin al Suyuthi beserta karya-karya akademiknya yang luar biasa banyaknya, seperti kebanyakan para ulama besar lainnya, menjadi samudera ilmu yang tiada tara luasnya. Tentunya semua ilmu tersebut sangat bermanfaat bagi umat dan dunia Islam.

Semoga Allah Swt menganugerahkan pahala yang banyak kepada imam Jalaluddin al Suyuthi atas semua ilmu bermanfaat yang ditinggalkannya, begitu juga bagi setiap umat Islam yang terus gemar mengembangkan ilmu keIslaman demi kejayaan Islam yang lebih besar pada masa mendatang. Wallahua’lam. WASPADA.id

Penulis adalah Dosen Hadist Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Cahaya Ilmu Menerangi Cakrawala Pusat Kekuasaan Islam Di Mesir Abad Ke-9 Hijriyah

Cahaya Ilmu Menerangi Cakrawala Pusat Kekuasaan Islam Di Mesir Abad Ke-9 Hijriyah

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *