Indonesia Tuan Rumah Pertemuan PaRD 2025, Kemenag: Agama Jadi Instrumen Perdamaian dan Keadilan Sosial

  • Bagikan
Indonesia Tuan Rumah Pertemuan PaRD 2025, Kemenag: Agama Jadi Instrumen Perdamaian dan Keadilan Sosial

JAKARTA (Waspada): Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Partnership on Religion and Development (PaRD) Leadership Meeting 2025, Senin (3/2/2025) di Jakarta. Dalam pertemuan ini, Indonesia membawa pengalaman terbaik tentang pengelolaan beragama dan budaya.

PaRD merupakan forum internasional yang mempertemukan pemerintah, akademisi, dan organisasi berbasis keagamaan untuk membahas peran agama dalam pembangunan berkelanjutan. PaRD sudah berlangsung sejak 2016 lalu dan menjadi salah satu pertemuan penting dalam pembangunan berbasis agama di sejumlah negara-negara di dunia.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) Kementerian Agama, Abu Rokhmad, dalam pidato pembukaan mengatakan, agama harus menjadi kekuatan dinamis dalam pembangunan global. Agama bukan sekadar urusan pribadi, melainkan kekuatan yang membentuk pembangunan secara lebih luas.

“Melalui ajaran dan praktiknya, agama mampu menjadi instrumen perdamaian, keadilan sosial, serta kesejahteraan masyarakat,” ujar Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) Kementerian Agama, Abu Rokhmad, dalam pidatonya di acara Partnership on Religion and Development (PaRD) Leadership Meeting 2025 di Jakarta, Senin (3/2/2025).

Dikatakan Abu, sebagai salah satu negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki pengalaman panjang dalam mengelola keberagaman agama dan budaya. Abu menjelaskan, Bimas Islam Kementerian Agama telah menjalankan berbagai program strategis untuk mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Beberapa di antaranya adalah pengelolaan zakat dan wakaf, layanan Kantor Urusan Agama (KUA), serta pemberdayaan masyarakat berbasis masjid.

Salah satu program unggulan Bimas Islam yang diperkenalkan dalam forum ini adalah optimalisasi zakat dan wakaf untuk mendukung kesejahteraan sosial dan pengentasan kemiskinan.

“Zakat dan wakaf adalah bagian integral dari filantropi Islam yang memiliki dampak besar dalam mengurangi kesenjangan ekonomi. Dengan distribusi yang tepat, dana ini dapat mendukung pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat kurang mampu,” jelas Abu.

Program ini sejalan dengan SDG 1 (Tanpa Kemiskinan) dan SDG 10 (Mengurangi Ketimpangan). Pemerintah berharap, dengan pengelolaan yang lebih optimal, dana keagamaan dapat semakin berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan kelompok rentan serta membangun ekonomi berbasis kemandirian umat.

Selain zakat dan wakaf, Abu juga menyoroti peran Kantor Urusan Agama (KUA) yang tersebar di lebih dari 5.900 lokasi di Indonesia. Menurutnya, KUA tidak hanya berfungsi sebagai pencatat pernikahan, tetapi juga memiliki peran penting dalam bimbingan keagamaan, penguatan keluarga, serta advokasi hak-hak perempuan dalam perkawinan.

“Layanan KUA tidak hanya berfokus pada administrasi pernikahan, tetapi juga menjadi pusat edukasi dan pemberdayaan keluarga. Hal ini mendukung SDG 5 (Kesetaraan Gender) dengan melindungi hak-hak perempuan dan memastikan keluarga memiliki fondasi yang kuat,” tambahnya.

Di sisi lain, lanjut Abu, masjid juga didorong untuk lebih aktif dalam program sosial dan pemberdayaan ekonomi. Masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat pendidikan, konsultasi keagamaan, hingga kegiatan ekonomi berbasis komunitas.

Dalam forum PaRD 2025, Indonesia kembali menegaskan komitmennya untuk menjadikan agama sebagai instrumen pembangunan berkelanjutan.

“Kami berharap forum ini dapat menjadi wadah untuk memperkuat kerja sama lintas sektor, berbagi praktik terbaik, dan mengembangkan strategi konkret dalam integrasi agama dengan pembangunan berkelanjutan,” ungkap Abu.

Dengan keterlibatan organisasi keagamaan besar seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI), dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), Indonesia menunjukkan bahwa keberagaman dapat menjadi kekuatan dalam membangun peradaban yang lebih inklusif.

“Ini adalah upaya Indonesia menjadi contoh dalam menjadikan nilai-nilai agama sebagai solusi bagi berbagai tantangan global, mulai dari pengentasan kemiskinan hingga penguatan perdamaian dunia,” pungkasnya.

Direktur Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kemenag, Ahmad Zayadi dalam sesi jumpa pers menambahkan, keikutsertaan Indonesia dalam PaRD menjadi langkah strategis untuk terjalinnya diplomasi lewat agama. Dengan tujuan kehidupan umat manusia yang penuh kedamaian dan penuh dengan nilai kemanusiaan.

PaRD tahun ini dihadiri perwakilan dari 10 negara diantaranya Belgia, Swiss, Jerman, Norwegia, Denmark dan beberapa negara Asia, termasuk Indonesia.

Prof. Dr. AHMAD ZAYADI M.Pd. Direktur pada Direktorat Penerangan Agama Islam Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat

Agama jd instrumen diplomasi, sehingga hidup di dunia penuh dengan kedamaian dan penuh dengan nilai kemanusiaan.

“Dalam kaitan ini, agama menjadi sangat kontekstual dalam menjawab berbagai tantangan zaman dan menjadi solusi bagi berbagai persoalan kehidupan,” imbuh Zayadi.

PaRD kali ini diikuti 10 negara, diantaranya Jerman, Norwegia, Swiss, Amerika Serikat dan Indonesia.


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Indonesia Tuan Rumah Pertemuan PaRD 2025, Kemenag: Agama Jadi Instrumen Perdamaian dan Keadilan Sosial

Indonesia Tuan Rumah Pertemuan PaRD 2025, Kemenag: Agama Jadi Instrumen Perdamaian dan Keadilan Sosial

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *