Oleh Dr. Bukhari, M.H., CM.
Dalam Islam, ikhtiar merupakan kewajiban setiap Muslim, sedangkan hasil akhirnya adalah ketentuan Allah SWT. Pilkada Aceh 2024 menjadi momentum penting untuk merefleksikan nilai-nilai ini. Proses politik ini mengajarkan kita tentang pentingnya usaha, doa, dan penerimaan atas takdir Ilahi.
Dalam perspektif hukum Islam, ikhtiar adalah bagian dari kewajiban manusia sebagai khalifah di muka bumi. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11).
Para kandidat harus memahami bahwa pencalonan mereka adalah bagian dari amanah besar. Setiap langkah dalam meraih kepemimpinan harus berlandaskan pada prinsip keadilan (al-‘adalah) dan kejujuran (ash-shidq). Memperoleh kemenangan melalui cara-cara yang tidak halal, seperti politik uang, manipulasi data, atau kampanye hitam, bertentangan dengan ajaran Islam dan dapat menjadi sebab terhalangnya keberkahan dalam kepemimpinan.
Peran Doa Dalam Proses Demokrasi
Doa adalah senjata utama seorang Muslim. Dalam konteks Pilkada, doa menjadi bentuk permohonan kepada Allah agar diberikan pemimpin yang amanah, adil, dan bertakwa. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya amal itu bergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Baik calon pemimpin maupun masyarakat sebagai pemilih harus meniatkan proses Pilkada ini sebagai ibadah untuk mencari ridha Allah. Selain itu, doa juga menjadi kekuatan spiritual yang menenangkan hati saat menerima hasil yang mungkin tidak sesuai harapan.
Takdir Dan Tawakkal
Sebagai Muslim, kita percaya bahwa segala sesuatu telah ditetapkan oleh Allah SWT, termasuk siapa yang akan menjadi pemimpin. Namun, kepercayaan pada takdir tidak berarti mengabaikan usaha. Tawakkal yang benar adalah mengupayakan yang terbaik dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.
Allah SWT berfirman:
“Dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai pemelihara.” (QS. Al-Ahzab: 3).
Ketika hasil Pilkada ditetapkan, sikap terbaik adalah menerima dengan ikhlas, sambil terus mengawasi jalannya pemerintahan. Jika pemimpin yang terpilih tidak sesuai harapan, masyarakat tetap memiliki tanggung jawab untuk mengingatkan dan memberikan kritik konstruktif.
Hukum Islam Tentang Kepemimpinan
Dalam pandangan Islam, kepemimpinan adalah amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, proses memilih pemimpin dalam Pilkada harus memenuhi kaidah syar’iyah, yaitu:
1. Pemimpin harus memiliki integritas moral dan keimanan (adil dan bertakwa).
2. Pemimpin harus kompeten (qawiyun amiin), sebagaimana diisyaratkan dalam QS. Al-Qashash: 26.
3. Pemilihan dilakukan dengan adil dan transparan, sesuai prinsip syura (musyawarah).
Politik Uang dan Hukum Islam
Praktik politik uang (risywah) dalam Pilkada adalah perbuatan yang haram. Rasulullah SAW bersabda:
“Allah melaknat pemberi suap, penerima suap, dan perantara antara keduanya.”(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Selain itu, politik uang merusak tatanan demokrasi yang ideal dan menciptakan ketimpangan sosial. Dalam hukum Islam, seorang pemimpin yang terpilih melalui cara haram kehilangan legitimasi moral untuk memimpin.
Penutup
Pilkada Aceh 2024 bukan sekadar kontestasi politik, tetapi juga ujian spiritual dan moral bagi kita semua. Sebagai Muslim, mari kita jalani Pilkada ini dengan ikhtiar yang benar, doa yang tulus.
Karena pada akhirnya, segala sesuatu adalah milik Allah, dan kita hanyalah hamba-Nya yang berikhtiar.
Penulis adalah Akademisi IAIN Lhokseumawe & Advokat
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.