Dasar Hukum Pilkada Di Aceh Mengacu UUPA Dan Qanun

- Aceh
  • Bagikan
Dr Amrijal J Prang, SH, LLM ketika memberikan keterangan sebagai saksi ahli pada sidang musyawarah penyelesaian sengketa Pilkada Bupati-Wakil Bupati Aceh Tamiang 2024, Selasa (1/10) malam. Waspada/Muhammad Hanafiah
Dr Amrijal J Prang, SH, LLM ketika memberikan keterangan sebagai saksi ahli pada sidang musyawarah penyelesaian sengketa Pilkada Bupati-Wakil Bupati Aceh Tamiang 2024, Selasa (1/10) malam. Waspada/Muhammad Hanafiah

KUALASIMPANG (Waspada): Pakar Hukum Tata Negara yang juga Dosen Fakultas Hukum dan Pasca Sarjana Universitas Malikussaleh, Dr Amrizal J Prang, SH, LLM menegaskan, Pilkada di Aceh harus mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh dan Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2024 perubahan atas Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Wali Kota Dan Wakil Wali Kota.

Hal itu ditegaskan ketika pakar hukum tersebut saat tampil sebagai saksi ahli pada Sidang Musyawarah Penyelesaian Sengketa Pemilihan Calon Bupati – Wakil Bupati Aceh Tamiang 2024 yang digelar oleh Panwaslih dalam agenda pemeriksaan pembuktian dan keterangan saksi ahli.

Mantan Kepala Biro Hukum Pemerintah Aceh tersebut tampil sebagai saksi ahli yang diajukan Kuasa Hukum Pemohon Pasangan Hamdan Sati – Febriadi.

Lebih lanjut Amrijal di hadapan majelis, pemohon dan termohon menjelaskan dalam khusus ada umum. Dalam umum tidak ada khusus. Contoh di UUPA mengandung khusus yang berlaku untuk umum.

Amrijal juga menegaskan, begitu juga dengan qanun. Meskipun umum tetapi dia berlaku khusus karena diikat oleh UUPA.

Menurutnya, jika kasus Pilkada di Aceh seyogyanya merujuk kepada Qanun. Jika sudah diatur dalam UUPA dan Qanun Pilkada, maka tidak perlu lagi berpedoman pada Keputusan KPU atau PKPU. Terkait sengketa Pilkada di Aceh Tamiang, meskipun secara umum ada PKPU, namun dalam hal ini penyelenggara Pilkada harus merujuk terhadap Qanun Aceh sesuai yang telah tertuang pada UUPA, terangnya.

Dalam Qanun Aceh tentang Pilkada, salah satu poin yang penting tentang ada pasangan calon yang tidak memenuhi dua pasangan calon. “Nah itu yang jadi persoalannyakan saat ini. Gara-gara tidak ada 2 Paslon maka kemudian di Pasal 37 ayat 1, 2, dan selanjutnya dilakukan penundaan dan perpanjangan jadwal pendaftaran selama 3 hari,” tegasnya.

Ahli Hukum Tata Negara itu mengatakan, hal tersebut oleh penyelenggara harus dilaksanakan dan yang dimaksud di sini adalah jangan lupa ada bahwa ada Paslon dari Parpol dan ada dari Paslon perseorangan atau jalur independen. Keduanya harus diberikan ruang dan kesempatan yang sama.

Seusai memberikan keterangan ahli pada sidang tersebut, Amrijal tidak mau berkomentar banyak tentang peluang lolos pasangan penggugat. Namun dalam hal tersebut, dia hanya menyebut jika dalam proses sengketa itu mesti merujuk kepada UUPA dan Qanun Aceh tentang Pilkada.

“Kembali saya bicara tadi, terutama dalam persidangan, musyawarah tadi bahwa menjadi dasar hukum utama Pilkada Aceh ini adalah UUPA dan Qanun Pilkada,” tegas Amrijal.

Amrijal menilai, dalam sengketa Pilkada yang terjadi di Aceh Tamiang ini Panwaslih seyogyanya harus tunduk terhadap UUPA dan Qanun bukan mengikuti keputusan KIP. “Harus mengikut qanun. Karena qanun sudah mengaturnya,” pungkas Amrijal. (b14)


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *