LHOKSEUMAWE (Waspada): Ketika digeruduk puluhan jurnalis yang menggelar aksi tolak revisi RUU penyiaran di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Lhokseumawe, Jumat, (31/5), para wakil rakyat justru kabur dan tak masuk kantor.
Aksi jurnalis yang berlangsung sekitar pukul 10.00 Wib, melakukan berbagai adegan protes dengan membawa spanduk dan poster bertuliskan penolakan revisi RUU penyiaran. Bahkan melilit danger line kuning bertuliskan Caution Do Not Enter yang mengikat tubuh para wartawan di Simpang Jam Jalan Merdeka. Bahkan juga melakban setiap mulut wartawan sebagai pertanda dibungkamnya kebebasan pers. Kemudian melakukan long march ke Gedung DPRK Lhokseumawe untuk menyampaikan aspirasi.
Namun ironisnya, setelah silih berganti melakukan orasi, ternyata tidak ada satu wakil rakyat pun yang keluar menyambut para wartawan.
Setelah diteriaki para wartawan yang mempertanyakan keberadaan wakil rakyat, akhirnya hanya dua anggota dewan yang muncul yaitu T. Sofianus dan Taslem. Sedangkan wakil rakyat yang lain justru tidak hadir dan tidak masuk kantor dengan berbagai alasan.
Kondisi itu membuat para wartawan merasa kesal lantaran terkesan tidak profesional dalam bekerja dan tidak peka dengan aspirasi.
Adapun jurnalis yang ikut serta dalam aksi tersebut adalah Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan Persatuan Wartawan Aceh (PWA). Turut didukung juga Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI).
Turut serta sejumlah lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dari Lembaga Bantuan Hukum Cakra serta Yayasan Advokasi Rakyat (YARA).
Koordinator Aksi Jurnalis Pase Muhammad Jafar, mengatakan jurnalis Kota Lhokseumawe dan Kab. Aceh Utara umumnya Aceh, menolak tegas pasal-pasal bermasalah pada revisi Undang-Undang Penyiaran yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Lantaran berpotensi membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia, yang merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi.
“Revisi Undang-Undang Penyiaran ini mengandung sejumlah ketentuan yang dapat digunakan untuk mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik,” kata Jafar, didampingi sejumlah ketua organisasi lainnya di sela-sela aksi.
Jafar menilai sejumlah pasal bahkan mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media, yang memberitakan hal-hal dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu.
“Hal itu jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi telah kita perjuangkan bersama. Mengingat akan terancamnya kebebasan pers, kebebasan berekspresi, kriminalisasi jurnalis serta mengancam independensi media,” cetusnya.
Tidak hanya jurnalis, sebut Jafar, sejumlah pasal dalam RUU Penyiaran tersebut juga berpotensi mengekang kebebasan berekspresi, dan diskriminasi terhadap kelompok marginal.
“Kita mendesak DPR RI segera menghentikan pembahasan Revisi Undang-Undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah ini,” ucap Jafar.
Massa juga meminta DPR RI harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
“Memastikan setiap regulasi yang dibuat harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers,” pungkasnya. (b09)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.