MEDAN (Waspada): LSM Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Peduli Aset Sumatera Utara (PP GEMPASU) menyoroti kasus perumahan Rumah Pondok Alam, yang terletak di Kecamatan Sigara-gara, yang saat ini tengah diperiksa oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan.
Hal ini disampaikan Ketua Umum PP GEMPASU Aki Sastra Siregar Ketua Umum didampingi Sekretaris Umum Ahmad Maisyar kepada Waspada di Medan, Rabu (20/12).
Menrut Aki, Hakim PTUN Medan yang memeriksa perkara tersebut harus adil dan lebih berhati-hati dalam memutus gugatan tersebut.
Aki menjelaskan, awalnya kasus itu merupakan kasus perdata yang ditangani oleh Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, yang putusan akhirnya adalah putusan Peninjauan Kembali ke-II yang telah memberikan dasar hukum kepada DT untuk melaksanakan jual beli terhadap tanah yang luasnya mencapai 15 Ha tersebut.
Dilanjutkan, sebidang tanah tersebut juga merupakan sita jaminan yang dimohonkan oleh DT di tahun 2002 dan tidak pernah dilakukan pengangkatan sita.
Namun ia heran mengapa selama ini BPN Deli Serdang bisa menerbitkan sertifikat di atas tanah sita jaminan, sehingga developer bisa menjual tanah sita jaminan kepada masyarakat luas,
Akibatnya, menurut Aki, banyak yang dirugikan akibat developer perumahan tersebut yang terus menjual rumah-rumah tersebut kepada masyarakat luas, meskipun tanah tersebut masih berperkara di pengadilan.
Sehingga, menurutnya dikhawatirkan akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi konsumen yang membeli perumahan dengan nama Rumah Pondok Alam tersebut.
Pihak Gampasu juga mengingatkan kepada Majelis Hakim TUN untuk jeli dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut serta tidak berpihak pada pihak manapun.
“Hakim TUN harus tunduk pada Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 dan juga UU PERATUN. Jika hakim dihadapkan dalam suatu permasalahan, yang mana yang benar ya benar dan yang mana yang salah ya salah.. semua harus berdasar dengan koridor hukum yang berlaku.. tidak boleh ada intervensi dari pihak manapun,” ujarnya.
Sesuai Hukum
Dia menambahkan jika memang benar BPN selaku instansi pemerintah melakukan penerbitan hak dengan bertentangan dengan hukum, berarti secara administratif memang salah.
“Itu tugas dari Hakim TUN untuk memutus sesuai dengan hukumnya.. Terlebih lagi kalau objeknya benar merupakan objek yang masih dalam sengketa dan sita jaminan,” katanya.
Terlebih lagi, dia menerima informasi bahwasanya atas sita jaminan baru-baru ini dilakukan pengangkatan sita jaminan oleh Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.
Tapi anehnya permohonan angkat sita jaminan tersebut dimohonkan oleh pihak yang tidak ada kedudukan hukum dan kepentingannya.
“Ini jelas penyeludupan hukum atau bagaimana? Jikalau memang benar sudah ada angkat sita jaminan atas objek tanah tersebut pun. Hakim TUN harus jeli dalam menentukan waktu peralihan hak dan penerbitan hak kan hukum tidak berlaku surut ya.. Jangan sampai ada kerjasama secara diam diam di tubuh Mahkamah Agung untuk membenarkan apa yang salah, sehingga menurut saya jelas administrasi penerbitan sekitar + Sertifikat Hak atas Tanah tersebut cacat hukum,” pungkasnya. (cpb)