JAKARTA (Waspada): Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia secara resmi mengakui keberadaan hutan adat mukim di Aceh. Informasi tersebut disampaikan Koordinator Tim Terpadu (Timdu) Verifikasi Usulan Hutan Adat di Aceh, Yuli Prasetyo Nugroho, Rabu (13/9) melalui keterangan tertulisnya.
“Sesuai arahan Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan (PSKL), surat keputusan penetapan untuk delapan komunitas Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Aceh, terdiri dari tiga MHA di Kabupaten Biruen, tiga MHA di Kabupaten Pidie, dan dua MHA di Kabupaten Aceh Jaya. Hutan adat mukim di Aceh telah ditandatangani Dirjen PSKL atas nama Menteri pada 7 September 2023,” ujar Prasetyo.
Direncanakan, ungkapnya, Presiden Joko Widodo akan menyerahkan langsung surat penetapan kepada delapan MHA tersebut di Jakarta. “Saat ini sedang perencanaan acara penyerahan oleh Bapak Presiden di Indonesia Arena di Jakarta pada 18 September 2023,” sebutnya.
Sejak diterbitkannya SK Hutan Adat ini, menjadi Hutan Adat pertama di Provinsi Aceh yang memberikan perlindungan kepada masyarakat hukum adat Aceh untuk dapat mengelola hutannya untuk kemakmuran masyarakat, perlindungan terhadap lingkungan dan juga kearifan lokal yang sudah terjaga dari generasi ke generasi.
Hutan Adat ini memperkokoh perdamaian Aceh dan juga permberdayaan karena mengedepankan masyarakat adat dalam mempertahankan budaya dan juga hutan adatnya dengan kearifan lokal yang berlaku.
Prasetyo yang juga Kepala Sub Direktorat Pengakuan Hutan Adat dan Perlindungan Kearifan Lokal KLHK, menambahkan proses selanjutnya adalah penguatan kelembagaan adat dan nilai-nilai kearifan lokal oleh seluruh elemen kelembagaan terkait tentang MHA dan Hutan Adatnya.
Rektor USK Apresiasi
Sementara itu, Rektor Universitas Syiah Kuala, Prof. Dr. Ir. Marwan mengapresiasi dan menyambut baik SK Penetapan Hutan Adat. “Ini keputusan penting, perjuangan mukim mendapatkan pengakuan hutan adat dari negara sudah cukup lama, akhirnya sah secara hukum formal,” ungkapnya.
Marwan menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada KLHK dan Timdu yang telah menjadikan kajian tim peneliti USK sebagai acuan dasar dan kemudian turun langsung melakukan verifikasi teknis (vertek) ke Aceh bulan lalu.
“Ke depan, kerjasama seperti ini perlu kita tingkatkan lagi, USK siap menjadi mitra KLHK dan Stakeholder lainnya,” ujar Marwan usai menerima laporan Ketua Tim Peneliti Pusat Riset Hukum, Islam dan Adat USK dan salah satu Timdu yang terlibat dalam verifikasi hutan adat Aceh tersebut.
“Secara khusus, saya juga mengapresiasi tim peneliti Pusat Riset Hukum, Islam dan Adat USK, yang telah dengan serius dan kontinyu melakukan kajian dan mengawal pengakuan hutan adat mukim ini,” katanya.
Pegiat Masyarakat Hukum adat Dr M Adli Abdullah, yang juga dosen Hukum Adat USK, yang aktif menjembatani adanya pengakuan hak-hak adat masyarakat hukum adat di Indonesia, sangat terharu atas keluarnya Surat Keputusan atas delapan Masyarakat Hukum Adat Mukim di Aceh menjadi yang pertama terhadap pengakuan hutan adat di Aceh, yang telah diperjuangkan sejak tahun 2000-an.
“Sekarang hutan adat di Aceh sah dan legal secara hukum. Ini awal dari upaya perlindungan Masyarakat Hukum Adat mukim di Aceh,” terang Adli yang menambahkan USK telah membuka sumbatan yang terjadi bertahun-tahun lamanya. Ini kerja nyata insan kampus bagi masyarakat hukum adat mukim di Aceh.
“Kita berharap dengan pengakuan tersebut dapat meningkatkan perekonomian masyarakat hukum adat, terutama dalam kawasan tersebut,” pinta Adli.
Ketua Tim Peneliti Hutan Adat USK yang juga salah satu anggota timdu bentukan KLHK, Teuku Muttaqin Mansur mengatakan delapan wilayah hutan adat mukim yang ditetapkan secara rinci berada di Mukim Blang Birah, Mukim Krueng, dan Mukim Kuta Jeumpa Kabupaten Biruen. Kemudian, Mukim Paloh, Mukim Kunyet, dan Mukim Beungga di Kabupaten Pidie. Selanjutnya, terletak di Mukim Kreung Sabee, Mukim Panga Pasi di Kabupaten Aceh Jaya.
“Pengakuan ini juga tidak terlepas dari hasil rekomendasi Timdu yang diketuai Dr. rer.nat. Rina Mardiana, SP, M.Si yang telah memimpin tim dan melakukan vertek terhadap usulan hutan adat mukim pada tanggal 9-17 Agustus 2023 dengan sangat baik,” ungkap Teuku Muttaqin.
Ia juga mengapresiasi dan menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan mewujudkan legalisasi hutan adat di Aceh. Peran Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh, Aceh Green Conservation (AGC), HuMa, pemerintah pusat dan daerah serta semua pihak yang terlibat turut mendorong mempercepat proses penetapan hutan adat di Aceh. (b05)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.