Oleh Drs Bahrum Jamil, MAP
Bayangkan jika dari sekarang, para remaja kita sudah menjadi bagian dari Generasi Nunduk tersebut, pada saat usia produktif, sejalan dengan Bonus Demografi, mereka menderita akibat penggunaan gadget yang tidak sehat
Saat ini, kita sudah tidak merasa asing lagi dengan pemandangan yang sehari-hari kita lihat, yakni orang-orang yang menunduk, mempelototi gadget yang ada di tangannya. Dimana-mana. Di bandara ketika menunggu saat terbang, di stasiun ketika menunggu kereta atau bus yang akan berangkat, di sekolah, di kampus, di tempat keramaian, bahkan di tempat ibadah sekalipun, semua orang-orang cenderung membuka gadgetnya.
Tidak memandang usia, jabatan, atau golongan, dapat dipastikan untuk mengisi waktu lowong semua menunduk. Asik dengan gadget dan cuek dengan lingkungan sekitar. Ironimya, di restoran atau rumah makan, dua orang yang kelihatan seperti orang tua dengan 3 orang anak. Masing-masing menunduk dan asik dengan gadgetmnya. Tidak berkomunikasi satu sama lain. Ironi sekali.
Kita semua sepakat bahwa perangkat teknologi informasi, semacam smartphone, apapun modelnya, saat ini merupakan kebutuhan primer. Kebutuhan yang setara dengan kebutuhan kita akan sandang, pangan, dan kebutuhan utama lainnya. Berbagai bentuk dan tipe teknologi informasi sudah menjadi pakaian sehari-hari umat manusia. Mulai orang-orang yang sudah tua, bahkan renta lagi, orang dewasa apa lagi, remaja, anak-anak, bahkan yang masih balita, sudah asyik main-main dengan dengan benda pintar ini.
Berbagai alasan, tentu saja, menjadi landasan orang-orang untuk membeli dan menggunkan teknologi ini. Alasan itu tidak sama untuk setiap orang. Ada yang benar-benar membutuhkan tipe tertentu karena fitur-fitur yang tersedia memang berguna untuk menunjang kerja dan bisinisnya. Tetapi tidak sedikit pula yang membeli tipe tertentu hanya sekedar mengikut trend padahal teknologi dan fitur yang tersedia tidak digunakan dengan optimal.
Apa yang dilakukannya dengan perangkat tersebut sebenarnya bisa saja dengan perangkat yang sederhana, yang mungkin harganya hanya sepersepuluh dari apa yang digunakannya sekarang. Bahkan, alangkah mubazirnya jika barang mahal ini ada ditangan anak balita yang hanya memakainya untuk bermain game. Kalau untuk kasus yang ini, susah menebak, apa sebenarnya alasan orangtua memberikan benda ini kepada balita tersebut, karena si orang tua tidak mungkin tidak tahu dampak penggunaan benda ini untuk perkembangan si balita. Sayang anak, mengikuti trend, atau hanya sekedar gengsi. Wallahu ‘a’lam bissawab.
Secara fisik, ternyata menunduk dalam waktu lama mmbawa dampak yang sangat membahayakan bagi pemakai gadget. Prof. Dr. dr. Ridha Darmajaya, Sp BS (K) mengatakan bahwa menunduk dalam waktu lama akan membawa beban yang berat untuk leher. Dampak tersebut berupa syaraf terjepit, leher sakit, kepala pusing, pegal dan sebagainya. Khusus untuk syaraf terjepit di bahagian leher, Prof Ridha mengatakan bahwa penderitanya akan merasa sakit kepala, kaki berat dilangkahkan, bahkan bisa berjalan sambil menyeret.
Buang air kecil dan besar tidak terkontrol, bahkan bagi pria, bisa kehilangan gairah sexual. Tadinya, kasus ini hanya ditemukan pada orang-orang yang berusia 50-an tahun. Namun akhir-akhir ini, banyak anak-anak muda yang menjadi pasien Prof. Ridha. Dari hasil penelusuran, diperoleh kesimpulan bahwa kebanyakan ,mereka adalah anak-anak muda yang mempunyai kebiasaan menggunakan gadget dalam waktu yang lama setiap harinya. 4 atau 5 jam bahkan lebih secara terus menerus.
Tidak lama lagi, negeri kita Indonesia ini akan mendapatkan Bonus Demografi. Puncaknya nanti pada tahun 2030-an. Akan ada 68% penduduk Indonesia berada pada usia produktif. Hal ini merupakan modal besar bagi kita untuk meraih Indonesia Emas pada 2045, seperti yang sudah dicanangkan pemerintah pada saat ini.
Dari apa yang diungkapkan di atas, maka Bonus Demografi itu akan diisi oleh para remaja yang saat ini berusia belasan tahun. Masih duduk di bangku SLTA atau kuliah pada semester-semester awal di perguruan tinggi. Generasi yang dominan menggunakan gadget secara maniak, kecanduan, dan lebih dari sekedar hobby. Sebahagian besar dari mereka dapat dipastikan, tidak atau belum mengetahui bahaya besar sedang mengintai mereka, jika penggunaan gadget tidak sesuai dengan standard kesehatan. Mereka sangat berpotensi memperoleh penyakit di bahagian leher, terutama syaraf terjepit, yang menyebabkan mereka harus merasakan gejala-gejala yang sudah diungkapkan di atas.
Disamping dampak secara fisik, dampak lain juga mengintai pengguna gadget yang menggunakannya secara berlebihan. Dampak psikis, dampak sosial, dampak hubungan kekeluargaan dan interaksi sosial yang menjadi tidak harmonis. Dari segi moral juga berpotensi untuk merusak perilaku karena konten-konten yang tidak terkontrol dengan baik. Untuk mengharapkan self control bagi pengguna gadget, terutama dari generasi muda atau kaum milenial, sepertinya sulit diharapkan.
Demikian penting dan bergunanya teknologi informasi ini, sudah tidak terbantahkan lagi. Pengguna dan penikmatnya sudah meliputi berbagai golongan. Baik golongan sosial, ekonomi, tingkat pendidikan, maupun tingkat usia. Semua sudah asyik menggunakan teknologi informasi ini. Penggunanya juga tidak mengenal waktu dan tempat, bahkan suasana dan kondisi. Benar-benar seperti kecanduan.
Dimana saja dan kapan saja, segala lapisan masyarakat, tanpa membedakan usia dan profesi, selalu kelihatan menggunakan gadget dari berbagai tipe dan harga. Entah untuk urusan bisinis, melakukan komunikasi dengan relasi, teman, atau keluarga, mengikuti perkembangan dunia yang begitu dinamis, atau hanya sekedar chatting atau bermain games untuk membunuh waktu. Semua asyik dan seperti terbius dengan barang yang satu ini.
Apakah semua hal yang ada pada teknologi informasi ini berdampak positif..? Positif dan negatif merupakan hal yang selalu berpasangan. Demikian juga dampak dari penggunaan gadget ini. Di balik segudang dampak positifnya, terdapat juga gudang-gudang lain yang meyimpan dampak negatif. Sebagai masyarakat yang mempunyai nilai-nilai sosial dan budaya, terutama nilai-nilai agama, kita mempunyai batasan-batasan dan etika dalam menerima informasi, informasi apa yang boleh dan yang tidak boleh diakses.
Demikian juga dalam memberikan informasi, informasi apa yang boleh dan tidak boleh disebarluaskan. Demikian juga cara kita berkomunikasi, bagaimana cara yang dibenarkan dan bagaimana melakukan informasi yang tidak boleh dilakukan. Nah, hal-hal yang bersifat “tidak” ini banyak kita temukan dalam pemanfaatan teknologi informasi ini. Ini pula yang menjadi dampak negatifnya.
Situs-situs yang memuat konten-konten yang bertentangan dengan nilai-nilai yang disebutkan diatas, justru menjadi hal yang dicari oleh berbagai kalangan. Komunikasi “face to face” sudah menjadi hal yang terabaikan karena adanya teknologi informasi dan perangkatnya ini. Suasana yang sebenarnya mengharuskan kita untuk berkomunikasi dengan rasa kekeluargaan dan bercengkerama dengan gelak tawa yang lepas, bisa dirusak karena masing-masing asyik dengan gadget nya. Bahkan, tidak jarang pula kita menyaksikan acara keluarga, atau satu keluarga yang ada di satu meja, atau satu komunitas yang sedang berkumpul tidak saling berkomunikasi karena sebagian besar asyik dan serius atau bahkan tertawa sendiri sambil mempelototi perangkat gadget.
Semua nunduk, asyik dengan gadgetnya…… padahal mestinya menyapa atau saling berbicara dengan teman atau rekan atau keluarga yang ada di sekitarnya. Di terminal, nunduk… di tempat pesta, nunduk…. di rumah, nunduk…. di tempat kemalangan, nunduk….. di kantin sekolah dan kampus, nunduk… dimana-mana….. nunduk…. jadilah teknologi informasi ini melahirkan “Generasi Nunduk”.
Bagaimana jika mereka menggunakan gadget ini dengan cara yang tidak sehat. Yakni dengan menunduk selama 4 atau 5 jam, bahkan lebih. Secara pisik, Prof Ridha Dharmajaya sudah mengingatkan kita dalam penjelasan diatas. Syaraf terjepit di bahagian lehaer, dengan segala dampak dan gejala yang ditimbulkannya itu memang tidak muncul seketika. Tetapi menunggu waktu selama beberapa tahun.
Bayangkan jika dari sekarang, para remaja kita sudah menjadi bagian dari Generasi Nunduk tersebut, pada saat usia produktif, sejalan dengan Bonus Demografi, mereka menderita akibat penggunaan gadget yang tidak sehat. Mereka tidak mampu berproduksi di bidang apapun pada saat mencapai usia produktif. Bonus Demografi yang kita harapkan menjadi modal utama mencapai Indonesia Emas akan berubah menjadi “Bencana Demografi”. Na’udzubillahi min ndzalik.
Untuk itulah, Prof Ridha Dharmajaya, menggagas berdirinya Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI). Gerakan ini akan mengkampanyekan bagaimana menggunaklan gadget secara sehat berikut apa dampak dari penggunaan gadget yang berlebihan bagi berbagai aspek, terutama aspek fisik. Mari kita sadari dan ikut mengkmapanyekan bagaimana menggunakan gadget yang sehat.
Gadget Sehat Generasi Berkualitas.
Penulis adalah Dosen Fisipol UMA, Pengurus Pusat Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI).
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.