MEDAN (Waspada): Dugaan penyerimpungan serta indikasi penyimpangan terkait peralihan lahan yang diklaim sepihak sebagai asset PTPN 2 dan kukuh diakui perusahaat plat merah itu adalah eks HGU. Hingga Pemprov Sumut harus mengeluarkan dana dari APBD agar dapat memanfaatkan lahan, akhirnya menjadi mimpi buruk dan PR berat bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengusutan.
Jika sebelumnya (13 Februari 2020 lalu-red) pembayaran lahan Sport Center Sumut di Desa Sena, Kec. Batangkuis, Kab. Deli Serdang dilaporkan warga lewat kuasa hukum Hamdani Harahap, Rion Arios, Raja Makayasa dan Rahmad Yusup Simamora dari Kantor Hukum Citra Keadilan, kini giliran Jaringan Pendamping Kebijakan dan Pembangunan (JPKP) yang merupakan kelompok jaringan terbesar relawan Jokowi yang melapor soal lahan Islamic Center Sumut juga berlokasi di Desa Sena.
Ketua Umum DPP Jaringan Pendamping Kebijakan dan Pembangunan (JPKP), Maret Samuel Sueken melaporkan permasalahan tersebut secara tertulis kepada KPK pada 12 April 2023 lalu, dan kini berada di Deputi Bidang Informasi dan Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu diketahui dalam isi laporan tertulis DPP JPKP, yang diperoleh wartawan, Rabu (14/6).
Lewat surat balasan terhadap laporan JPKP, dalam dugaan ketidaksesuaian penggunaan anggaran dalam proses pengambilalihan lahan HGU PTPN 2 yang telah berakhir dan tidak diberikan perpanjangan ijin di Sumatera Utara, yang dilaksanakan Pemprov Sumut itu, Ketua Deputi Bidang Informasi dan Data KPK Mochamad Hadiyana menginformasikan bahwa laporan telah dijadikan bahan koordinasi bagi Direktorat Koordinasi Wilayah I pada Deputi Bidang Kordinasi dan Supervisi KPK.
Dalam surat tertulisnya, Ketua Umum DPP JPKP, Maret Samuel Sueken mempertanyakan klaim lahan adalah asset tetap perkebunan, padahal dalam Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan No.15 tentang Akuntansi Asset Tetap Berbasis Akrual, Bab II point 2.3; Asset Tetap diakui apabila memiliki manfaat ekonomi lebih dari 12 bulan, dan nilainya dapat diukur dengan handal dan kepemilikan asset didasarkan pada bukti kepemilikan tanah yang sah berupa sertifikat.
Sueken menyebutkan, dalam UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara, Pasal 49 ayat 2 dinyatakan, barang milik Negara harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan. Dan selanjutnya diperkuat lagi lewat Pasal 52 ayat 1 dan 2; Penyelenggaraan Akuntansi Pemerintahan berdasarkan kepada Komite Standar Akuntansi Keuangan sesuai dengan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku umum.
Karena itu, kata Sueken, pengambil alihan lahan Islamic Center seluas 50 Ha oleh Pemprov Sumut dengan membayar ganti rugi sebesar Rp31 miliar, terhadap lahan yang diklaim sepihak oleh perkebunan merupakan HGU yang tidak diperpanjang adalah tindakan salah dan mengakibatkan kerugian negara.
Sueken juga memaparkan ketidakmengertiannya, bagaimana sebuah perusahan perkebunan plat merah dapat menerima pembayaran atas tanah yang bukan miliknya lagi, juga tidak memiliki sertifikat kepemilikan berdasarkan UUP No.5 Tahun 1960, PP No.40 Tahun 1996, UU BUMN No.2 Tahun 2010 dan UU Pengadaan Tanah No.2 Tahun 2021.
“Kepada Ketua KPK kami berharap agar laporan ini dapat segera ditindaklanjuti guna kepastian hukum dan kepastian hak masyarakat Sumatera Utara yang telah dirugikan,’’ tandasnya Maret Samuel Sueken dalam surat laporannya.
Dalam catatan wartawan, beberapa waktu lalu Gubernur Sumatera Utara sendiri pernah menyatakan lewat media massa jika lahan Sport Center Sena seluas 300 Ha di Desa Sena adalah HGU aktif, namun pernyataan ini berbeda dengan keterangan Kabag Hukum PTPN II Ganda Wiadmaja, yang mengakui di Desa Sena dari dahulu belum pernah terbit sertifikat HGU.(m29)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.