Integritas Pemilu 2024

  • Bagikan
Integritas Pemilu 2024
Ant/Lat

Oleh Shohibul Anshor Siregar

Sebagian besar negara menyelenggarakan Pemilu setidaknya dalam arti formal dengan sifat yang tidak kompetitif dan dengan situasi Pemilu yang dalam banyak hal sangat dikompromikan oleh elit dengan mengabaikan substansi demokrasi

Dr. G T Ng begitu populer di Indonesia setelah ia berucap pada seminar General Conference Annual Council (2019): “Negara mana yang paling efektif sistem pemilunya? Somalia, memerlukan antara 20-30 hari sampai hasilnya diketahui. Di Amerika, hanya beberapa jam setelah pemilihan. Di Indonesia, mereka sudah tahu hasilnya sebelum pemilihan. ” https://indopolitika. com/viral-video-di-indonesia-hasil-pemilu-sudah-diketahui-sebelum-pelaksanaan/

Malpraktik yang terus mendegradasi integritas Pemilu memang terjadi meluas dan tampaknya tidak ada cara yang efektif untuk menghapuskannya. Sebagai perbandingan, dalam buku Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah memetakan 4 dimensi kerawanan (Konteks Sosial dan Politik, Penyelenggaraan Pemilu, Kontestasi dan Partisipasi) yang amat terbuka untuk diskusi kritis.

Seorang bakal calon legislatif merasa cemas-lemas membayangkan kriminalitas Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Ia berpantun begitu menohok: “Tanjung Tiram Batubara, kalau tak disiram tak akan ada suara. Tanjung Tiram Labuhanbatu, sudah pun disiram bolumlah tontu. “

Pantun itu terhubung dengan memori Pemilu 2019. Dalam penegasan Aminuddin Kasim & Supriyadi (2019) praktik money politics pada Pemilu 2019 jauh lebih banyak dan masif jika dibandingkan hal sama pada Pemilu 2009 dan Pemilu 2014. Pada Pemilu 2009 tercatat 691 kasus (95 kasus terjadi pada masa tenang, 57 kasus pada tahapan pemungutan suara dan 2 kasus tidak bersentuhan langsung dengan pemilih karena terjadi pada masa penetapan hasil Pemilu).

Pada Pemilu 2014 tercatat 313 kasus bermodus serupa dengan praktik pada Pemilu 2009, yakni bagi-bagi uang dan barang. Sedangkan pada Pemilu 2019 bagi-bagi uang dan barang (minyak goreng, beras, gula, jilbab) yang terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air juga diwarnai dengan praktik relatif baru, yakni membagi-bagi kupon umroh.

Praktik money politics dilakukan secara terang-terangan dan banyak yang terekam oleh video yang beredar di media sosial. Tidak semua warga melaporkan pelanggaran, sehingga banyak yang tidak terdeteksi. Praktik yang terekam lewat video dan beredar luas di media sosial saja tidak kunjung tertangani seluruhnya. http://journal. bawaslu. go. id/index. php/JAP/article/view/36/29

Memang kini tak sedikit orang di Indonesia yang merasa pentingnya perubahan. Misalnya, ketika seorang aktivis sosial media dengan optimis berucap bahwa dengan rentetan pengalaman buruk Pemilu dan dampaknya pada kinerja pemerintahan yang terbentuk, tampaknya rakyat sudah semakin sadar dan dewasa. Tak bisa ditokohi lagi. Mereka kini semakin memperkokoh sikap dan pendirian “ambil uangnya jangan pilih partainya”. Meski demikian, korelasi kadar kemiskinan dengan sikap dan pendirian itu tentu sangat susah dicari. Karena rumus abadi adalah “orang yang makin miskin selalu makin dekat dengan kekafiran”.

Indonesia dan dunia tak akan pernah lupa Ketua KPU Arief Budiman ketika mengungkapkan 894 petugas yang meninggal dunia dan 5. 175 mengalami sakit pada Pemilu 2019 lalu santunan Rp 50 miliar pun dialokasikan. https://nasional. kompas. com/read/2020/01/22/15460191/refleksi-pemilu-2019-sebanyak-894-petugas-kpps-meninggal-dunia

Tim kajian UGM (FISIPOL, UP3M, FKKMK dan Fakultas Psikologi) antara lain memang berusaha menggali data beban kerja, riwayat penyakit selama satu tahun, gangguan kesehatan dalam 6 bulan terakhir, kebiasaan berolahraga, merokok, konsumsi suplemen dan kopi, persepsi adanya tekanan dan ancaman, serta kecemasan selama bertugas dalam Pemilu.

Tetapi untuk petugas yang meninggal tim ini hanya melakukan otopsi verbal melalui wawancara terhadap anggota keluarga dengan catatan tidak dilakukan kepada satu petugas yang meninggal karena bunuh diri, dan petugas yang keluarganya menolak untuk diwawancarai.

https://fisipol. ugm. ac. id/hasil-kajian-lintas-disiplin-atas-meninggal-dan-sakitnya-petugas-pemilu-2019/

Meski ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK), namun gugatan (Prabowo-Sandi dalam sidang putusan sengketa Pilpres (Kamis, 27/6/2019) patut dicermati kembali. Pertama, Capres Joko Widodo mengajak seluruh pendukungnya untuk datang ke TPS mengenakan baju putih yang dianggap sebagai sebuah kecurangan serius dan meminta MK membatalkan keunggulan Jokowi-Ma’ruf.

Kedua, dukungan kepala daerah pada Jokowi-Ma’ruf yang dituduh sebagai upaya kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Ketiga, kehilangan 2. 871 suara setiap hari dalam proses penghitungan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU. Keempat, tuduhan adanya 2. 984 TPS siluman. Kelima, menurut penghitungan suara tim Prabowo-Sandi pasangan Jokowi-Ma’ruf hanya memperoleh 48 persen.

Keenam, tuduhan adanya pengaturan suara tidak sah di beberapa Kabupaten di Jawa Timur yang membentuk pola 22,12,7,5 atau 26,59,26,59 dan pola tidak sah lainnya yaitu 5,6,11,6,11,12 yang kesemuanya dianggap mengindikasikan bentuk kecurangan perhitungan suara. Ketujuh, kesalahan Situng dituduh merugikan. Kedelapan, tuduhan kecurangan perhitungan (pada 17 April 2019) yang mengakibatkan penggelembungan antara 16,7 juta sampai 30,4 juta suara.

Kesembilan, tuduhan adanya dugaan 17,5 juta daftar pemilih tetap yang invalid. Kesepuluh, tuduhan pelanggaran dana kampanye dari perkumpulan Golfer TRG sebesar Rp18. 197. 500. 000 dan perkumpulan Golfer TBIG sebesar Rp19. 724. 404. 138. Kesebelas, gugatan atas jabatan Ma’ruf Amin pada Bank Syariah Ma’ruf Amin yang menjabat sebagai dewan pengawas syariah Bank BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah yang dianggap mengganggu netralitas.

Tanggapan dari kedua belah pihak atas keputusan MK amat penting diperiksa kembali. Ketua tim hukum Jokowi-Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, memang menyatakan bahwa alat bukti yang diajukan belum ada yang menguatkan permohonan dalam gugatan. Senada dengan itu Ketua tim hukum Prabowo-Sandi Bambang Widjojanto berpendapat bahwa hakim MK tidak membantah kecurangan. Cuma selalu dikatakan kecurangan itu terkait langsung enggak dengan suara? Tapi, kecurangan itu tidak pernah bisa dibantah.

Dengan atau tanpa menghitung fakta dahsyatnya money plitics dan penolakan MK atas gugatan Pilpres 2019, Indonesia tampaknya masih dalam tahap mencontohkan bentuk demokrasi yang cukup buruk yang mungkin berinduk pada masalah legalframework demokrasi dan Pemilu yang dibuat. Misalnya, dalam kasus pilpres, adanya pembatasan akses menjadi Calon Presiden, padahal dalam demokrasi setiap orang berhak memilih dan dipilih.

Menurut konstitusi Indonesia “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat” [pasal 6A ayat (1)] atas usul partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu [pasal 6A ayat (2)] yang tata cara pelaksanaannya diatur dalam undang-undang [pasal 6A ayat (5)].

Tetapi segera setelah amandemen IV konstitusi Indonesia (2002) terbitlah UU No 23/2003 yang pada pasal 5 ayat (4) mengatur presidential threshold dengan penegaskan bahwa pasangan calon hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu anggota DPR. Ketentuan itu ditegaskan kembali oleh UU No 42/2008 dan UU No 7/2017.

Demokrasi Indonesia tampaknya juga dirancang dengan filosofi yang rendah, terutama jika membandingkan pemilihan presiden (pilpres) dengan pemilihan kepala daerah (pilkada). Pilpres tidak mengenal pengajuan calon perseorangan sedangkan pilkada diatur oleh regulasi. Rumus presidential threshold dipandang tak aneh oleh elit dan pemimpin partai untuk dipraktikkan dalam pemilihan umum serentak yang dengan demikian dukungan akumulasi suara 20 persen suara Parpol dihitung dari Pemilu lima tahun sebelumnya. Sedangkan calon Parpol pilkada (November 2024) akan menggunakan data hasil Pemilu terbaru (Februari 2024). Selain itu para petahana kepala daerah diwajibkan cuti selama masa kampanye, sedangkan cuti Presiden hanya berlangsung beberapa jam saja (sebelum dan sesudah sebuah pertemuan umum kampanye).

Banyak ilmuan seperti Heinz Eulau, Paul David Webb dan Roger Gibbins (2023) yang terus mengingatkan bahwa antara bentuk dan substansi Pemilu sangat penting dibedakan karena dalam beberapa kasus yang belakangan cenderung semakin trend, bentuk formal Pemilu memang terus ditonjolkan dengan pada saat bersamaan dan dengan kesadaran penuh sekaligus inheren dengan usaha sah yang meniscayakan keserta-mertaan penghilangan substansi demokrasi.

Sebagian besar negara menyelenggarakan Pemilu setidaknya dalam arti formal dengan sifat yang tidak kompetitif dan dengan situasi Pemilu yang dalam banyak hal sangat dikompromikan oleh elit dengan mengabaikan substansi demokrasi. https://www-britannica-com. translate. goog/topic/election-political-science

Di bawah berbagai tekanan keras, termasuk oleh meningkatnya dukungan untuk alternatif otoriter, Indeks Demokrasi buatan Economist Intelligence Unit (EIU) edisi 2021 menyoroti tantangan demokrasi berkelanjutan di seluruh dunia yang terus merosot.

Saat ini penduduk dunia hidup di bawah 4 empat jenis rezim yang memerintah (full democracies dengan hanya 6,4 persen penduduk di 21 (12,6 persen) negara; flawed democracies dengan 39,3 persen penduduk di 53 (31,7 persen) negara; hybrid regimes dengan 17,2 persen penduduk dari 31 (20,4 persen) negara; authoritarian regimes dengan 37,1 persen penduduk di 59 (35,3 persen) negara). https://www. eiu. com/n/campaigns/democracy-index-2021/

Democracy Index 2021: the China challenge
Democratisation suffered more reversals in 2021, with the percentage of people living in a democracy falling to …

EIU pun secara subjektif mempertanyakan “seberapa besar tantangan yang ditimbulkan oleh model politik China secara global?” Demokrasi mengacu pada penciptaan fasilitasi negara-negara besar untuk menguasai sumberdaya dunia. Tanpa kejujuran, dalam peta intelektual yang disakralkan, hal ini terus dibiarkan tak berkorelasi dengan faktor dikte imperatif dahsyat dari negara-negara besar. Pemerintahan negara-negara lemah yang kebanyakan tak stabil terus mengalami degradasi dalam pertanggungjawaban atas ketersia-siaan kesejahteraan rakyatnya. Opini dunia dengan perangkat kelembagaan internasional dan kekuatan media milik para pengendali modal menyukai banyak diksi untuk memuja demokrasi sebanyak yang tersedia untuk mencemooh bentuk pemerintahan rezim yang berbeda dengannya.

Bagi Indonesia pemerintahan yang diperlukan adalah rezim yang memiliki pemahaman yang kuat atas jalan membawa pulang Indonesia kembali kepada jati dirinya (negara yang mengharamkan segala bentuk penjajahan, melindungi segenap warga dan wilayahnya, memajukan kesejahteraan, mencerdaskan dan proaktif menegakkan ketertiban dunia).

Jujurlah, Anda tak sekadar mengenal semua Parpol dan para calegnya. Sudah banyak data tentang Anies Rasyid Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Anda juga tahu kapasitas dan kelebihan relatif di antara Parpol dan di antara salah satu figur Capres untuk kebutuhan Indonesia yang tak tertangguhkan.

Anda harus segera keluar dari suasana kebathinan terkurung oleh kegenitan Parpol dan elit yang sudah terlanjur dikendalikan oligarki serta instalasi sosial-politik dan budaya yang tercipta selama ini untuk kepentingan yang tak mengindahkan nasib bangsa.

Penulis adalah Dosen Fisip UMSU, Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBASIS).


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Integritas Pemilu 2024

Integritas Pemilu 2024

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *