LHOKSEUMAWE (Waspada): Pasien cuci darah bersama keluarga ikut memperingati Hari Ginjal di Ruang Hemodialisa RSU Cut Mutia, Kamis (9/3). Kegiatan juga berlangsung di depan Poli Ginjal yang diikuti seratusan warga.
Direktur Rumah Sakit (RSU) Cut Mutia dr. Baihaqi dalam sambutannya menjelaskan, Hari Ginjal Sedunia diperingati pada minggu kedua Maret setiap tahunnya. “Hari Ginjal diperingati setiap minggu kedua Maret,” tegas Baihaqi yang didampingi Bagian Humas Rumah Sakit dr. Harry Laksamana,

Peringatan Hari Ginjal Sedunia juga diikuti puluhan pasien cuci darah di Ruang Hemodialisa. Dalam kesempatan itu, pasien bersama keluarga mendapat informasi terkait kegiatan cuci darah dari dokter spesialis RSU Cut Mutia Dr. Rahmawati A Latif, Sp.PD KGH.
Rahmawati menjelaskan, kasus gagal ginjal umumnya terjadi akibat DM dan darah tinggi, sehingga masyarakat diminta menjaga pola makan yang menyebabkan terjadi DM dan Hipertensi.
Selain itu, masyarakat juga diminta tidak mengkonsumsi obat sembarangan. Diantaranya, obat nyeri yang dijual sembarangan di pasar. “Memang setelah kita konsumsi langsung sembuh, tetapi bahayanya mengakibat gagal ginjal,” jelas Rahmawati A Latif.
Dia juga menjelaskan, kasus gagal ginjal sekarang tidak hanya dialami orang dewasa. Namun anak-anak dan remaja juga mengalami gagal ginjal, sehingga terpaksa dilakukan cuci darah. “Sekarang anak usia 16 tahun menjalani cuci darah,” jelasnya.
RSU Cut Mutia saat ini menjadi rumah sakit rujukan gagal ginjal untuk sejumlah rumah sakit. Saat ini setiap hari pasien yang menjalani cuci darah, mulai dari Aceh Tamiang sampai ke Aceh Tengah. “Kita sudah memiliki 25 unit alat cuci darah,” kata Rahmawati. Pada tahun 2008, ketika Ruang Hemodialisa dibuka, rumah sakit milik Pemkab Aceh Utara tersebut hanya mengoperasikan dua unit alat cuci darah.

Hari Ginjal Sedunia juga diikuti sejumlah pasien cuci darah yang telah berhasil sembuh. Diantaranya, mantan pejabat Pemko Lhokseumawe. Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan testimoni, berhasil menjalani proses cuci darah. Setelah menjalani transfer ginjal, dia akhirnya kembali hidup normal.
Dalam kesempatan itu, dia juga mengajak keluarga pasien, terutama istri pasien cuci darah untuk membantu mendonor ginjal kepada suaminya. Menurutnya, setelah menjalani proses transfer ginjal, dia dan pemilik ginjal tetap bisa hidup sehat, meskipun dengan satu ginjal.(b08)