Tinjauan Pemilu India-Indonesia

  • Bagikan
<strong>Tinjauan Pemilu India-Indonesia</strong>

Pemilu baik di India maupun di Indonesia tidaklah wajib (compulsory). Satu-satunya negara yang mewajibkan Pemilu di Asean yaitu Singapura. Banyak negara yang sebelumnya mewajibkan Pemilu, belakangan tidak menerapkannya. Tercatat 34 negara di dunia saat ini yang menerapkan sistem wajib Pemilu, termasuk Australia

Tidak terasa sudah Indonesia akan melaksanakan Pemilu presiden dan legislatif secara langsung kembali, Februari tahun depan. Demikian juga India, dengan sistem pemerintahan parlementer akan melaksanakan Pemilu Lok Sabha (parlemen pusat) untuk menentukan PM yang baru di bulan April-Mei 2024.

Sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, India melaksanakan Pemilu dalam tujuh tahap, selama sembilan minggu. Setiap wilayah swapraja (28 negara bagian) ditambah delapan wilayah teritorial pusat menggelar Pemilu di hari yang berbeda, sementara Indonesia (dengan 34 propinsi sebelumnya, dengan tambahan 4 propinsi baru di Papua belakangan ini) menyelesaikannya dalam satu hari, walaupun rekapitulasi suara memakan waktu lama  karena dihitung secara berjenjang dan manual, mulai di TPS dan kemudian mengikuti jalur/tingkat administrasi pemerintahan hingga ke KPU Pusat. Memang tidak mudah menggelar Pemilu di India yang layaknya anak benua dan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

India, yang sudah melaksanakan Pemilunya dengan Electronic Voting Machine (EVM), menghitung dan mengumumkan suara secara serempak dalam satu hari. Prosesnya diatur secara independen oleh KPU India (pertama dibentuk tahun 1950). Lamanya proses Pemilu di India juga terkait dengan kebutuhan mengamankan tempat pemungutan suara. Polisi lokal sering dilaporkan partisan. Kondisi itu mengharuskan pengerahan pasukan polisi federal yang dibebastugaskan pada periode tertentu selama masa Pemilu agar mereka bisa melaksanakan pengawalan yang berotasi hampir ke seluruh negeri.

Penerapan EVM jelas mengurangi pengeluaran dana karena surat-surat suara tidak perlu dicetak lagi. Sistem ini juga memangkas biaya pengiriman surat suara ke berbagai pelosok negara. Memperhatikan keefisienannya, termasuk penggunaan anggaran, serta akurasi sistemnya, EVM juga kiranya baik diuji coba bagi penyelenggaraan Pemilu di Indonesia.

Hari Pemilu di Indonesia diliburkan, sedangkan di India tidak. Sejak tahun 2011, setiap tanggal 25 Januari dinyatakan sebagai hari libur di India dalam rangka “Election Day.” Baik India maupun Indonesia mengoleskan tinta pada jari/kuku tangan untuk menandai bahwa seseorang  sudah memilih. Tinta digunakan semata-mata untuk mencegah seseorang melakukan pemilihan lebih dari sekali. Ada sekitar 32 negara di dunia yang menggunakan tinta pada pemilu.

Kajian Teknis Pemilu

Pemilu di India tahun 2019 dengan 900 juta pemilih menghabiskan biaya sekitar US$6,5 milyar (Rp 92 triliun), sementara Indonesia dengan 193 juta pemilih membutuhkan dana Rp 24,8 triliun. Pemilih yang datang ke TPS di India pada tahun 2019 yaitu 68%, sementara di Indonesia 82%. Jumlah TPS di Indonesia mencapai 809.500,  melayani 200-300 orang per TPS, sementara India dengan jumlah satu juta TPS,  mengakomodasi partisipasi 650 orang atau lebih per TPS.

Di India yang menarik di Pemilu 2019, seiring dengan resminya India  mengakui adanya kelompok masyarakat LGBT, untuk pertama kalinya dalam sensus kependudukan telah dicatat adanya jender ketiga (transgender) yang ketika itu calon pemilihnya berjumlah 40.000 orang.

Berikut ini merupakan hal yang khas untuk Indonesia. Selain  dua juta lebih WNI di luar negeri, sekitar 3.500 Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan para tahanan turut diizinkan menggunakan hak pilihnya dan hanya anggota TNI/Polri yang aktif yang tidak ikut memilih.

Di sisi lain di India, para tahanan dan ODGJ tidak dibenarkan ikut Pemilu dan penduduk India di luar negeri yang pada tahun 2019 berjumlah lebih dari  30 juta jiwa (belum dikurangi mereka yang sudah berwarga negara setempat) juga tidak dapat memilih, kecuali jika mereka kembali ke tempat tinggalnya di India untuk memilih saat Pemilu berlangsung. Selain itu, orang yang secara hukum telah dinyatakan melakukan praktek korupsi dan tindakan ilegal terkait Pemilu, juga tidak dibenarkan mengikuti pemilihan.

Personil polisi, AU, AL, AD dan PNS India masuk dalam kelompok “Service Voters.” Anggota polisi dimana pun mereka berada hanya boleh ikut memilih dengan mengirimkan suara via pos, sementara komponen “Service Voters” lainnya hanya dapat ikut memilih langsung apabila berada di daerah asal/tempat tinggal mereka. Jika mereka bertugas di wilayah lain di India atau di luar negeri, mereka bisa ikut memilih dengan mengirimkan surat suara via pos atau dengan sistem absentee/proxy voting (Pemilu yang diwakilkan).

Total partai politik lokal dan nasional yang ikut serta dalam Pemilu di India mencapai 450 partai (mayoritas berbasis di negara-negara bagian), sedangkan di Indonesia terdapat 16 partai yang seluruhnya adalah partai politik yang bersifat nasional. Bisa dibayangkan bagaimana hebatnya power play di India yang dimulai dari wilayah terpencil.

Indonesia misalnya sudah menerapkan keterwakilan caleg perempuan minimal 30 persen di parlemen dari setiap partai, sementara India belum bisa menerapkan berbagai mekanisme yang ada untuk memberi peran besar bagi perempuan di dalam politik, kendati sudah ditetapkan sejumlah peraturan untuk itu.

Hal lain yang juga menarik adalah ketika pada tahun 2013, India memperkenalkan pilihan NOTA (none of the above) pada sistem elektoralnya. Rakyat yang tak puas, marah atau frustrasi kepada parpol dan politisi, dipersilakan menggunakan hak mereka dengan memilih NOTA (tidak memilih kontestan manapun yang ada) dengan catatan, NOTA tidak punya nilai elektoral dan tidak dapat mengubah hasil pemilu. Pada Pemilu 2019, tercatat sebanyak 1,06% atau 6.513.00 pemilih menjatuhkan pilihan pada NOTA.  Selain pertimbangan pemakaian EVM untuk Pemilu, sistem NOTA-pun nampaknya menarik jika hendak diterapkan di Indonesia.   

Pemilu baik di India maupun di Indonesia tidaklah wajib (compulsory). Satu-satunya negara yang mewajibkan Pemilu di Asean yaitu Singapura. Banyak negara yang sebelumnya mewajibkan Pemilu, belakangan tidak menerapkannya. Tercatat 34 negara di dunia saat ini yang menerapkan sistem wajib Pemilu, termasuk Australia. Pelanggaran atas kewajiban tersebut dikenai sanksi yakni warga harus melapor dan memberikan penjelasan (explanation) resmi atas absennya mereka di Pemilu, di samping adanya denda (fine), termasuk sebagian kecil negara yang menerapkan sanksi penjara (imprisonment) jika seseorang  tidak bisa membayar denda.     

Abraham Lincoln berpendapat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan, yang dirancang dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat yang berarti rakyatlah yang memegang kekuasan tertinggi. India dan Indonesia paham bahwa definisi itu bisa direalisasikan dengan pelaksanaan Pemilu yang lebih baik dari waktu ke waktu.

Penulis adalah Diplomat Karir Bertugas Di DarwinAustralia.


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

  • Bagikan

Respon (2)

  1. Terima kasih atas tanggapannya Pak Mahmud… Semoga ada sesuatu yang mengendap dalam benak pembaca dan bermanfaat dalam suatu studi banding kecil-kecilan tentang perbandingan teknis pemilu di dua negara demokrasi besar di dunia. Salam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *