100 Tahun NU akan memasuki abad kedua, NU meneguhkan diri semakin berkontribusi besar membangun peradaban dunia melalui keterlibatan NU menyikapi secara cepat persoalan politik dunia dan kemanusiaan. Dunia memanggil NU untuk mengambil peran menyelesaikan masalah besar dunia pasca perang dunia II
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia meluas hingga ke mancanegara, sebuah perjalanan eksistensi yang bukan relatif singkat menyongsong 1 abad menorehkan karya besar untuk negeri. Pasca peringatan Harlah NU genap berusia 96 tahun (31 Januari 2022) memandang perlu menyelenggarakan resepsi besar sebagai napak tilas. Kick off rangkaian kegiatan dimulai sejak Mei 2022 dengan mengambil tema “Merawat Jagat, Membangun Peradaban” dan resepsi puncak digelar pada tanggal 7 Februari 2023 di Stadion Gelora Delta Jawa Timur. Diikuti jutaan warga nahdliyin disertai beragam kegiatan seremonial menjadi penegasan tiga momentum dasar NU yakni sebagai kekuatan spritual, kekuatan organisasi serta kekuatan kultural. Dalam arti berlangsungnya kegiatan-kegiatan tersebut menjadi simbol kebangkitan baru menuju abad kedua NU.
NU sejak didirikan 31 Januari 1926 M (16 Rajab 1344 H) di Surabaya Jawa Timur oleh para ulama pesantren Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dipelopori KH Hasyim Asy’ari dan lainnya, telah meletakkan awal kebangkitan peradaban di negeri ini sebagai lanjutan dari gerakan ulama penyebar Islam seperti Wali Songo dan lainnya. Hanya saja kalau sebelumnya kekuatan pergerakan ulama dilakukan secara individual dan melalui pesantren. Namun hadirnya NU meletakkan pusat kekuatan dakwah, budaya dan politik Islam melalui organisasi, dipandang lebih terorganisir membangun kebangkitan umat Islam dan peradaban. Bagi NU suatu peradaban tidak akan terbangun jika negeri ini masih terbelenggu oleh penjajah asing baik secara politik, agama dan budaya asing.
Diiringi pula menguat dan masifnya perkembangan aliran Wahabi di Timur Tengah turut menyebarkan pengikutnya ke Nusantara berimplikasi pula kepada konflik kekerasan dan pembunuhan. NU tampil memberikan kekuatan perlawanan/menahan persebaran agama dan budaya dibawa penjajah asing dan aliran Wahabi ketika itu. Menurut NU kemerdekaan menjadi harga mati dan NU menjadi salah satu kekuatan besar mengantarkan Indonesia merdeka. NU mampu menggerakkan ulama, santri dan umatnya mengusir Belanda menjadi bukti sejarah terkadang suatu hal impossible terjadi, mengingat kekuatan Indonesia cukup relatif lemah, berada dalam kondisi kemiskinan, persenjataan minim dan lainnya, namun karena semangat nasionalisme tinggi menjelma menjadi kekuatan ampuh mengusir penjajah dari tanah pertiwi.
Pembangunan peradaban (hadharah) menjadi agenda utama NU, mulai mengantarkan Indonesia merdeka hingga saat ini dan ke depannya. Beberapa etape kepemimpinan pemerintahan telah silih berganti dilalui, NU senantiasa memberikan peran penguatan sistem integral dimensi-dimensi penting kehidupan masyarakat. Mulai dari dimensi agama, sosial, budaya, politik, pendidikan, ekonomi, pertahanan keamanan, kesenian dan lainnya. Semuanya itu diwujudkan pada penilaian kebudayaan sudah mencapai taraf perkembangan kemajuan baik secara fisik (bangunan) maupun non fisik (nilai-nilai tatanan). Paling tidak ciri-ciri itu terlihat pada bergeraknya pembangunan desa dan kota, berubahnya sarana transportasi lebih baik dan maju, tata kelola pendidikan lebih baik, sistem pemerintahan yang tertib, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dan strata sosial beragam profesi masyarakat, kuatnya penjagaan dan penghargaan kearifan lokal, penjagaan kesusilaan masyarakat, terciptanya kondusifitas masyarakat jauh dari ragam konflik, terbangunnya semangat persatuan dan kesatuan serta indikator berbagai bidang kemajuan lainnya.
Sepanjang 100 tahun NU menjelmakan dirinya menjadi kekuatan besar melalui substansi ajaran-ajaran penting dan konstruktif solusi atas kebutuhan negara. NU dengan menganut paham Aswaja meletakkan pola pikir mengambil jalan tengah antara nash (Al Qur’an-hadis) dengan akal/ijtihad serta metode pengembangannya. Selanjutnya diartikulasikan melalui pikiran dan gerakan guna penguatan dimensi kehidupan umat Islam Indonesia. Dalam konteks agama misalnya, Aswaja menjadi manhaj beragama lebih mengedepankan sikap moderat meski berada di tengah antara kedua kutub konservatif dan liberal. Artinya Aswaja tidak secara total melawan modernisme sebagai produk globalisasi, namun Aswaja tidak mau tenggelam dan terbawa arus modernisme yang dapat melenturkan nilai-nilai Islam. Ajaran Aswaja mengikuti prinsip legal maxim fikih “Al-Muhafadhah a’la al-Qadim al-Shalih wa al-akhdzu bi al-Jadid al-Ashlah” (Merawat budaya lama yang baik dan mengambil budaya baru yang lebih baik). Prinsip ini kemudian menjadi pegangan bagi NU untuk menyikapi berbagai perubahan termasuk arus globalisasi.
Pada konteks ekonomi, konsep kemandirian dan kewirausahaan sosial di NU melalui Lembaga Perekonomian NU yang menyebar seluruh wilayah Indonesia semakin memperkokoh dan menjadi bagian penting dari kebijakan transformasi sedang dilakukan pemerintah, seperti tranformasi digital ekonomi, peningkatan kelas UMKM dan lainnya dan di sini NU menyertai memberikan penguatan perekonomian Indonesia berbasis kerakyatan. Perspektif pendidikan, NU menjadi oase menggerakkan pendidikan. Pola pendidikan pesantren cukup identik dengan NU, karena lahirnya NU tidak terlepas dari peran penting pondok pesantren kemudian memerankan fungsi sebagai lembaga pendidikan Islam, lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan, pelatihan, pengembangan masyarakat dan simpul budaya. Peran pendidikan NU cukup partisipatif guna mencerdaskan kehidupan anak bangsa mulai dari pendirian sekolah formal, non formal hingga perguruan tinggi.
Pada perspektif politik dan pemerintahan peran NU tidak diragukan lagi. Politik NU dibangun atas politik kebangsaan dan kerakyatan. NU senatiasa memperjuangkan keutuhan NKRI dilandasi nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Dimulai dari proses mengantarkan Indonesia merdeka hingga keterlibatan orang-orang NU berkiprah di lingkungan eksekutif-legislatif. Meski sejak Keputusan Muktamar NU ke 27 di Situbundo Jawa Timur tahun 1984 NU menegaskan tidak lagi berpolitik praktis, namun NU memberi kebebasan kepada kader-kadernya bergerak di partai politik manapun, asalkan mengkedepankan etika berpolitik NU berbasis ajaran Aswaja untuk kepentingan kebangsaan dan kerakyatan. Sebuah legal maxim fikih menjadi manhaj politik NU “Tasshorruful Iman ala Raiyah Manuthun bil Maslahah” (Kebijakan pemimpin terhadap rakyat adalah untuk menciptakan kemaslahatan umat). Begitu pula dimensi-dimensi peradaban lainnya tidak pernah lepas dari perhatian dan kontribusi NU senantiasa diberikan penguatan sebagai wujud dari jati diri NU yang sebenarnya guna memperkuat peradaban negeri ini.
Aswaja dengan karakternya yang moderat (at-tawassuth), seimbang dalam segala hal ( at-tawazun) tegak lurus (al-I’tidal) dan mengamalkan sikap toleransi (at-tasamuh) menjadi roole model kehidupan beragama dan berpolitik. Kekuatan pembangunan peradaban diletakkan dari pikiran dan gerakan karakter Aswaja dimaksud, sehingga Indonesia mampu menghadapi berbagai tantangan global agar tidak tertinggal di satu sisi dan tidak terlindas oleh perkembangan zaman. Sisi lain melalui karakter Aswaja menjadi instrumen penting kehidupan berbangsa dan bernegara. Di tengah tata kelola sisi kemajemukan dari wajah Indonesia, karakter Aswaja NU menjadi pondasi kuat mengawal dan merawat NKRI dan Pancasila. Kedua hal ini membutuhkan napas panjang, napas itu adalah moderasi beragama, bertoleransi dan kebangsaan yang telah diletakkan oleh NU melalui ajaran Aswaja. Berkontribusi penting menjadikan NKRI sebagai bangsa bersatu di tengah suasana pluralistik dan menjadi rujukan bagi negara-negara lain. Kekuatan karakter Aswaja dipandang mampu menampilkan wajah Islam Indonesia yang teduh dan ramah di mata dunia serta berkemampuan menyandingkan agama dan budaya saling memperkaya satu dengan lainnya.
Menjelang 100 tahun NU dan akan memasuki abad ke dua, NU meneguhkan diri untuk semakin berkontribusi besar membangun peradaban dunia melalui keterlibatan NU menyikapi secara cepat persoalan-persoalan politik dunia dan kemanusiaan. Dunia memanggil NU untuk mengambil peran menyelesaikan masalah besar dunia pasca perang dunia II. Mulai dari masalah suhu global dunia, meningkatnya jumlah wilayah menjadi zona konflik menyebabkan lonjakan kemiskinan dan meningkatnya jumlah pengungsi perempuan dan anak-anak, kekurangan akses mendapatkan air minum, pelanggaran HAM dan ketimpangan gender, isu kesehatan global (Malaria, ebola, HIV/AIDS, Covid-19 dan lainnya) meningkatnya angka kematian bayi, kemiskinan global, buruknya akses pendidikan-kesehatan dan keselamatan anak-anak, akses makanan dan kelaparan, gerakan migrasi besar-besaran, aksebilitas senjata dan persoalan-persoalan lainnnya yang ditangani oleh PBB mengharuskan keikut sertaan NU menawarkan solusi. Mengutip percakapan Gus Yahya (KH. Yahya Cholil Staquf) Ketua Umum PB NU terpilih periode 2021-2026 melalui Muktamar ke 34 NU di Lampung menggantikan KH Said Aqil Siroj (Ketua Umum PB NU 2015-2021) mengatakan, “NU itu lahir dengan mandat peradaban dan ini harus menjadi elemen penting dari visi peradaban NU ke depan. Model peradaban ditawarkan adanya keterjaminan kemerdekaan dan keadilan, hak dan martabat antara sesama umat manusia.”
Jati diri NU adalah membangun peradaban dunia dan NU mampu melakukan itu, didasarkan kepada kerangka pikiran berupa : Pertama, NU merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan mendunia. Kepengurusan NU telah menyebar dengan berdirinya PCI-PCI di luar negeri, diikuti pula pengikut jumlah besar indikator berkembang pesatnya NU dimanapun. Kedua, NU menganut ajaran Asawaja dispesifikkan sebagai mazhab dalam berteologi mengikut Imam al-Asy’ari dan al-Maturidi. Dalam ubudiyah mengikuti salah satu imam empat (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali) dan bidang tasawuf mengikuti imam al-Junaidi dan al-Ghazali.
Karakter-karakter dari ajaran Aswaja dipandang lebih fleksibel dapat diterima oleh siapapun serta ruang dan waktu, karena substansi ajarannya mengandung pemahaman keagamaan moderat, berkeadilan, bertoleransi dan tegak lurus. Ajaran seperti ini menjadi kebutuhan strategis membangun sebuah peradaban. Ketiga, NU memiliki jaringan organisasi sangat luas di dunia internasional sehingga NU mampu mendorong terbangunnya peradaban dunia. Keempat, NU memiliki jumlah pengikut terbesar bahkan meluas ke negara lain pastinya memiliki aset besar melalui kader-kader hebat berbasis ragam keilmuan dan pengalaman menjadi modal kuat kekuatan NU. Kelima, track record NU sejak berdiri telah teruji membangun peradaban negeri dan memberikan solusi terhadap masalah besar dunia. Komite Hijaz menjadi bukti sejarah diinisiasi NU sebagai upaya melindungi kepentingan bersama umat Islam dari ancaman gerakan Wahabi di Arab Saudi ketika itu dan contoh-contoh lainnya.
Kebangkitan baru menuju abad ke dua, menjadikan NU semakin concern dan eksis memperkuat peradaban dunia. Melalui pemikiran dan harakah didukung pula segala potensi kekuatan yang ada menjadi penyangga kuat bagi NU untuk tampil dan semakin berperan aktif. Kiprah NU adalah kiprahnya Indonesia, hal ini menegaskan NU dapat menunjukkan wajah Indonesia menjadi bangsa senantiasa menebarkan kearifan, kepedulian, kemoderatan dan keramahan di mata dunia.
Penulis adalah Ketua PW ISNU Sumut dan Wakil Rektor Bidang Kemasiswaan UIN SU.
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.