Perppu Cipta Kerja Batasi Partisipasi Orgnaisasi Buruh Dan Masyarakat Sipil

  • Bagikan
Perppu Cipta Kerja Batasi Partisipasi Orgnaisasi Buruh Dan Masyarakat Sipil
Direktur YFAS, Felix Silitonga. (ist)

JAKARTA (Waspada): Direktur Eksekutif Yayasan Forum Adil Sejahtera (YFAS) Felix Silitonga mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja yang resmi ditandatangani Presiden Joko Widodo Jumat (30/12/2022), sebagai upaya mengurangi partisipasi orgnaisasi Buruh dan masyarakat sipil.

Pasalnya dengan terbitnya Perppu ini pasti akan membatasi partisipasi organisasi buruh dan masyarakat sipil untuk memberikan masukan – masukan seperti waktu pembahasan Rancangan Undang- Undang (RUU) Cipta Kerja.

Strategi perbaikan UU Cipta Kerja melalui Perppu adalah memanfaatkan dukungan mayoritas anggota DPR yang berasal dari partai politik koalisi Pemerintah dan sudah dipastikan akan mengurangi partisipasi orgnaisasi buruh dan masyarakat sipil. Sama dengan saat pembahasan RUU Cipta Kerja yang memanfaatkan dukungan Parpol Koalisi Pemerintah dan situasi Pandemi Covid-19, kata Direktur YFAS, Felix Silitonga dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Jumat (30/12/2022), di Jakarta,

Felix Silitonga menjelaskan sesuai dengan putusan Mahkamah Konsitusi (MK) No. 91 tahun 2021 bahwa UU Cipta Kerja yang di buat dengan metode Omnibus Law tidak dikenal dalam UU No. 11 tahun 2912 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) dan oleh karenanya dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

MK memerintahkan DPR dan Pemerintah untuk melakukan perbaikan UU cipta kerja sesuai dengan UU P3. Nah kemudian DPR melakukan amandemen terhadap UU P3 dan sudah disahkan pada Mei 2022 dengn mamasukan metode Omnibus Law.

Menurut ketatanegaraan, mestinya perbaikan UU Cipta Kerja tidak melalui Perppu karena tidak ada alasan yang genting dan mendesak.

“Toh perkiraan ekonomi kita akan tumbuh 4-5 persen tahun 2023, disamping Indonesia sudah memiliki UU Ketenagakerjaan yang cukup baik yaitu UU No. 13 tahun 2003, tukasnya.

Felix Silitonga menduga strategi mengeluarkan Perppu dilakukan agar pembahasan menjadi prioritas di DPR. Hasilnya adalah kalau Perppu disetujui akan menjadi UU baru. Akan tetapi jika ditolak DPR maka UU Cipta Kerja akan berlaku.

Problemnya, jika ditolak, sementara menurut putusan MK, UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan statusnya inskonstitusional bersyarat dan apabila tidak diperbaiki hingga November 2023 maka akan menjadi inkonstitusional permanen alias tidak berlaku, maka konsekuensinya, UU yang lama (UU 13/2003) akan diberlakukan kembali.

Solusi Pemerintah ini pasti akan mendesak DPR menyetujui Perppu ini. Dan hal ini tidak akan sulit ditempuh, disamping DPR harus juga bertanggungjawab atas kesalahannya menyetujui UU Cipta Kerja, juga mayoritas anggota DPR adalah pendukung Pemerintah.

Menyikapi terbitnya Perppu No. 2/2022 tentang Cipta Kerja, Direktur YFAS Felix Silitonga menyerukan kalangan serikat pekerja atau serikat buruh (SP/SB) dan Masyarakat Sipil melakukan konsolidasi nasional untuk mengawal dan monitoring proses pembahasan di DPR, kemudian terlibat aktif dalam memberikan masukan- masukan untuk merumuskan berbagai pasal/subtansi UU yang berpihak kepada buruh atau pekerja, serta merumuskan agenda advokasi (Aksi, lobby, RDPU dan Kampanye) selama proses pembahasan. (J05)


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Perppu Cipta Kerja Batasi Partisipasi Orgnaisasi Buruh Dan Masyarakat Sipil

Perppu Cipta Kerja Batasi Partisipasi Orgnaisasi Buruh Dan Masyarakat Sipil

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *