PPN Kegiatan Membangun Sendiri Sebagai Pengurang Pajak

  • Bagikan
PPN Kegiatan Membangun Sendiri Sebagai Pengurang Pajak

oleh Tri Wibowo

Dalam kehidupan suatu negara, pajak menjadi bagian yang tak bisa dipisahkan. Suatu negara tetap bisa melangsungkan pembangunan dan menjamin kehidupan berbangsa dan bernegaranya dengan sumber dana dari pajak.

Sebagaimana kita ketahui pajak merupakan kontributor terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita. Selain berfunsi dalam instrument moneter, maka pajak merupakan instrumen fiskal yang sangat efektif dalam mengarahkan perekonomian.

Untuk menjalankan fungsinya sebagai pelaksana kebijakan fiskal, Pemerintah mengelola serta mengarahkan kondisi perekonomian lewat pengendalian pengeluaran dan penerimaan negara. Pendapatan negara yang maksimal akan digunakan untuk disalurkan ke dalam program-program yang bertujuan mendongkrak perekonomian secara nasional, serta digunakan juga sebagai perangkat untuk mencapai keseimbangan ekonomi.

Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah melakukan beberapa terobosan dengan menerbitkan beberapa peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan, yang dimulai dengan terbitnya Undang Undang No. 11 tahun 2020 yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Cipta Kerja dimana terdapat klaster perpajakan yang kemudian disusul dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ( HPP ).

Salah satu perubahan dalam Undang-Undang HPP adalah adanya penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai ( PPN), sebagaimana diatur pada Pasal 7 ayat 1 huruf a dan b yang semula tarifnya 10% menjadi 11%, yang berlaku mulai 1 April 2022 dan selambat-lambatnya pada 1 Januari 2025 menjadi 12%.

Sebagai implementasi dari UU HPP tersebut, Pemerintah menerbitkan beberapa Peraturan Menteri Keuangan, yang salah satu diantaranya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS), sebagai pengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.

Ketentuan ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal, diantaranya dalam rangka meningkatkan kepastian hukum, mendorong peran serta masyarakat, dan memberikan kemudahan, menciptakan penyederhanaan administrasi perpajakan serta rasa keadilan atas kegiatan membangun sendiri.

Untuk lebih memahami ketentuan ini, perlu dicermati definisi dari KMS yang sejatinya merupakan kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Secara gamblang lebih detailnya, ketentuan tersebut sebagai berikut, yaitu pertama konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/ atau baja; kedua diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; ketiga luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200 m2 (dua ratus meter persegi), keempat dikerjakan dalam jangka waktu tertentu atau bertahap sebagai satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan membangun tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.

Adapun kewajiban bagi Wajib Pajak yang melakukan KMS adalah menghitung, menyetorkan dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri dengan tarif besaran tertentu sebesaar 2,2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) . Adapun yang dimaksud DPP adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membangun, tidak termasuk harga perolehan atas tanah tersebut. Pembayaran dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Bagi Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) maka pembayaran PPN atas KMS tersebut, wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), sehubungan dengan KMS tersebut tidak dapat dikreditkan. Bagi Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi yang berstatus bukan Pengusaha Kena Pajak, maka pembayaran PPN atas KMS tersebut sudah dianggap sekaligus sebagai pelaporan.

Sedangkan hak bagi Wajib Pajak baik Badan maupun Orang Pribadi yang berstatus sebagai PKP, maka bukti pembayaran yang berupa Surat Setoran Pajak (SSP) atas PPN KMS, dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan, karena merupakan dokumen lain yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu memenuhi persyaratan formal dan material. Hal inilah yang membedakan PMK-61/PMK.03/2022 dengan peraturan sebelumnya yang sudah dicabut yaitu PMK-163/PMK.03/2012, dimana pada ketentuan yang lama pembayaran PPN atas KMS tidak dapat dikreditkan. Sehingga PMK-61/PMK.03/2022 ini lebih memberikan Keadilan bagi Wajib Pajak yang berstatus PKP.

Sebagai contoh pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang melakukan Kegiatan Membangun Sendiri adalah sebagai berikut:
Tuan A yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki usaha sebagai Pedagang Elektronik dan berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pada tahun 2022 Tuan A melaksanakan pembangunan gudang untuk menyimpan persediaan barang dagangannya. Luas tanah yang dimiliki tuan A adalah 1200 m2 dan dibangun gudang seluas 600m2. Pembangunan dimulai pada bulan Oktober 2022 dan pembelian material sebagian besar dilakukan kepada toko/distributor yang berstatus sebagai Wajib Pajak PKP.

Adapun rincian pengeluaran bulan Oktober 2022 adalah sebagai berikut:
Pembelian material bangunan Rp. 200.000.000,00 dan mendapat faktur pajak dengan nilai PPN sebesar Rp. 22.000.000,00 . Biaya upah tenaga kerja 10 orang sebesar Rp. 60.000.000 , sehingga total biaya pembangunan bulan Oktober 2022 adalah Rp. 260.000.000,00.
Yang harus dilakukan tuan A adalah menghitung PPN atas KMS yaitu sebesar Rp. 260.000.000,00 x 2,2% = Rp. 5.720.000,00 dan menyetorkan ke Kas Negara dengan kode jenis pajak dan kode jenis setoran 411211-103 paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.

Setelah melakukan pembayaran, Tuan A wajib melaporkan pada SPT Masa PPN Masa pajak Oktober 2022 pada induk SPT romawi III paling lambat akhir bulan berikutnya. Faktur Pajak atas pembelian material yang diterima dari toko material tidak dapat dikreditkan sedangkan SSP atas pembayaran PPN atas KMS dapat dikreditkan sebagai faktur pajak masukan pada lampiran B2 SPT masa PPN, karena merupakan dokumen lain yang dipersamakan dengan faktur pajak sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan.

Dari penjelasan dan contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa PPN atas KMS, bukanlah ketentuan yang sama sekali baru yang menyasar objek pajak yang baru. Ketentuan ini, merupakan ketentuan perpajakan yang sudah lama ada, namun mengalami penyesuaian sesuai ketentuan yang berlaku saat ini.

Pada akhirnya, pajak dibayarkan Wajib Pajak digunakan seluas-luasnya untuk pembangunan negara .

Penulis adalah Penyuluh Pajak pada Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan.


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

PPN Kegiatan Membangun Sendiri Sebagai Pengurang Pajak

PPN Kegiatan Membangun Sendiri Sebagai Pengurang Pajak

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *