Perusahaan, Pekerjaan Dan Lingkungan

  • Bagikan
<strong>Perusahaan, Pekerjaan Dan Lingkungan</strong><strong></strong>

Banyak negara yang bahkan menunjukkan trend aneh dalam pengelolaan lingkungan. Padahal atas nama masyarakat demokratis dan tanggung jawab memastikan kelangsungan hidup, pemerintah harus memimpinkan gerak perubahan perilaku bisnis dengan mematuhi standar lingkungan yang ketat

Sebuah manifesto berisi 1.462 kata berjudul Work: Democratize, Decommodify, Remediate, telah menarik perhatian 3.000 lebih akademisi pada 600 perguruan tinggi dari berbagai negara. Mereka bubuhkan tandatangan secara online pada dokumen bertanggal 16 Mei 2020 yang beroleh perhatian dari 43 lebih surat kabar dalam 27 bahasa, di 36 negara, itu.

Untuk mendukung tuntutan yang memicu New Social Movement (Gerakan Sosial Baru) ini, pada 5-7 Oktober 2021 sebuah Forum Global online pertama bertema “Demokratisasi Pekerjaan” diselenggarakan menggunakan 9 bahasa pengantar. Hadir 3.043 peserta dari 85 negara dan melibatkan 387 pembicara dalam 129 panel.

Gerakan ini diinisiasi oleh 3 akademisi perempuan: Isabelle Ferreras (Louvain-la-Neuve, Belgium), Dominique Méda (Paris Dauphine PLS University), dan Julie Battilana (Harvard University). Harapan untuk membantu dalam krisis yang sedang mendera, baik dalam kesehatan, iklim, ekonomi, dan kehidupan politik, terutama di tengah pandemi Covid-19, menjadi motif utama.

Bekerja sama dari jarak jauh, mereka menghabiskan waktunya untuk berdiskusi membuat draf dan berkesimpulan final bahwa kini sudah tiba saatnya mendemokratisasi perusahaan, mendekomodifikasi pekerjaan, dan memulihkan lingkungan.

Naskah manifesto segera dikirim ke Le Monde, sebuah surat kabar harian sore berbahasa Prancis yang pernah tercatat dalam kwalifikasi newspaper of record di Prancis. Sembari menunggu penerbitan, ketiga cendekiawan berusaha melibatkan komunitas akademik lebih luas  hingga akhirnya tim terdiri dari ahli sosiologi, filsafat, manajemen, ekonomi, dan ilmu politik. Setelah menambahkan analisis sejumlah kontributor, kini (2022) manifesto telah dibukukan dengan judul Democratize Work, The Case for Reorganizing the Economy (168 halaman).

Pokok Gugatan

“Janganlah kita membodohi diri sendiri lagi”, begitu bunyi kalimat tertera pada paragraf terakhir manifesto. Dibiarkan dengan perangkat lazim, mind-set dan obsesi mereka sendiri, sebagian besar dari investor modal di seluruh dunia yang berebut sengit dalam iklim kapitalisme, pastilah tidak akan pernah peduli keniscayaan martabat investor lain, yakni investor yang berupa komponen tenaga kerja. Investor modal itu juga tidak akan pernah tampil memimpin perang melawan bencana lingkungan.

Begitu lama orang seakan merasa benar berpandangan bahwa manusia yang bekerja dalam berbagai perusahaan adalah bentuk pemeranan diri sebagai sumberdaya yang tak lebih dari faktor produksi belaka. Karena itulah amat jelas diperlukan kesediaan untuk mempertimbangkan pilihan lain yang tersedia saat ini, yakni mendemokratisasikan perusahaan; mendekomodifikasi pekerjaan; dan segera berhenti memperlakukan manusia sebagai sumber daya belaka, agar masyarakat dan pemerintah di seluruh dunia dapat mengikuti tekad berpindah fokus secara bersama mempertahankan kehidupan yang penuh janji kedamaian dan kesejahteraan di planet ini.

Pandemi Covid-19 telah membuktikan bahwa pekerjaan sama sekali tidak dapat direduksi menjadi sebatas komoditas belaka. Kesehatan manusia dan kepedulian terhadap yang paling rentan di antara anggota masyarakat juga tidak dapat diatur oleh kekuatan pasar saja. Jika hal ini terus-menerus diserahkan semata-mata ke mekanisme pasar, maka risiko yang memperparah ketidaksetaraan hingga risiko kehilangan nyawa manusia dari kalangan yang paling tidak diuntungkan pasti akan terjadi.

Situasi ini diyakini pasti dapat dihindari, hanya dengan melibatkan karyawan dalam keputusan yang berkaitan dengan kehidupan dan masa depan mereka di tempat kerja, dan dengan melakukan sesuatu yang mungkin sangat asing di telinga pemodal dan kebanyakan pemerintahan di dunia, yakni mendemokratisasikan perusahaan.

Mengapa demokratisasi perusahaan itu penting? Nilai martabat sebuah pekerjaan semestinya adalah artikulasi pemaknaan istilah ‘pekerja esensial’ yang oleh pemodal selalu direduksi sebatas ‘sumber daya manusia’ belaka. Tanpa investor tenaga kerja, tidak akan ada produksi, tidak ada jasa, tidak ada bisnis sama sekali.

Krisis akibat pandemi telah menunjukkan bahwa pekerjaan tidak boleh diperlakukan sebagai komoditas dan mekanisme pasar saja tidak dapat dibiarkan bertanggung jawab atas pilihan-pilihan yang paling mempengaruhi masyarakat. Profitabilitas semata tidak dapat ditoleransi menjadi tolok ukur dalam kehidupan di planet ini. Karena itu dekomodifikasi pekerjaan sangat diperlukan sekaligus untuk melindungi sektor tertentu dari hukum yang disebut “pasar bebas” dan memastikan semua orang memiliki akses ke pekerjaan dan martabat yang dibawanya.

Banyak negara yang bahkan menunjukkan trend aneh dalam pengelolaan lingkungan. Padahal atas nama masyarakat demokratis dan atas nama tanggung jawab untuk memastikan kelangsungan hidup, pemerintah harus memimpinkan gerak perubahan tertentu pada perilaku bisnis dengan mematuhi standar lingkungan yang ketat.

Dalam dokumen-dokumen tertulis dan pidato-pidato berskala dunia, kata-kata seperti “inklusif”, “berkelanjutan” dan sejenisnya sangat banyak ditemukan. Namun tidak ada perubahan signifikan dalam reduksi kesenjangan dan kerusakan lingkungan yang dapat dihubungkan sebagai dampak langsung dari pikiran itu. Itu hanya karena antara pikiran dan tindakan yang dilembagakan tidak ditemukan singkronisasi, jika bukan sebaliknya, paradoks yang parah.

Lihatlah dokumen Millenium Development Goals (MDGs) yang dibuat begitu menggaung dalam momentum The United Nations Millennium Declaration, ditandatangani bulan September 2000, yang antara lain berbicara tegas tentang kemiskinan dan menghadirkannya sebagai salah satu kata kunci penting dalam dokumen dengan kedudukan sebagai masalah yang dikatakan untuk diperangi secara sungguh-sungguh. Penambahan agenda ketika dirubah menjadi The 17 Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicetuskan tahun 2015 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, sama sekali tidak menunjukkan hal-hal meyakinkan atas kelanjutan tekad itu, kecuali sekadar menerangkan argumen apologetik untuk mencari alasan kelanjutan program dengan penambahan agenda.

Panen Pujian

Memberi tanggapan atas gerakan dan khususnya publikasi yang dihasilkan oleh perempuan-perempuan cerdas ini, Thomas Piketty, penulis buku terkenal Capital in the Twenty-First Century, direktur École Des Hautes Études En Sciences Sociales (EHESS), menyatakan A cornerstone for building a fairer and more inclusive society. A must-read. (Landasan untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan inklusif. Harus dibaca).

Kalimat sanjungan penuh harapan yang secara implisit menyimpan pesimisme diberikan oleh  Jayati Ghosh (University of Massachussetts) terhadap buku ini, “Exciting yet viable—the framework to mobilize for change and an essential handbook for everyone hoping for a better future” (Menarik namun layak—kerangka kerja untuk memobilisasi perubahan dan buku pegangan penting bagi semua orang yang mengharapkan masa depan yang lebih baik).

Elizabeth Anderson, University of Michigan, menegaskan pendapatnya dengan ungkapan “This brilliant book makes the most compelling, comprehensive, and accessible case yet for democratizing work. It shows how we all have a stake in empowering workers at work–not only for the sake of workers, but for democracy at large, and a more sustainable planet.” (Buku brilian ini menjadi kasus yang paling menarik, komprehensif, dan dapat diakses untuk perjuangan demokratisasi pekerjaan. Ini menunjukkan bagaimana kita semua memiliki andil dalam memberdayakan pekerja di tempat kerja–tidak hanya demi pekerja, tetapi juga untuk demokrasi secara luas, dan planet yang lebih berkelanjutan).

Sedangkan Debra Satz, Stanford University, memberi tohokan tajam atas pengecualian urusan keadilan dan kesejahteraan umat manusia dalam agenda demokratisasi yang lebih mementingkan kekuasaan sebagai seolah satu-satunya urusan. Ia berkata “This book powerfully makes the case that democracy cannot be limited to political institutions but also belongs in the workplace. As technology and a global pandemic are radically remaking our relations at work, this book offers desperately need guidance for achieving a more just and inclusive economic system. Imaginative, empirically informed,  and motivated by profound humanity, this is a normative social science at its best.” (Buku ini dengan kuat menyatakan bahwa demokrasi tidak dapat dibatasi pada institusi politik tetapi juga di tempat kerja. Karena teknologi dan pandemi global secara radikal mengubah hubungan kita di tempat kerja. Buku ini menawarkan panduan yang sangat dibutuhkan untuk mencapai sistem ekonomi yang lebih adil dan inklusif. Imajinatif, diinformasikan secara empiris, dan dimotivasi oleh kemanusiaan yang mendalam, ini adalah ilmu sosial normatif yang terbaik).

Penutup

Demokrasi memang sedang mengalami kemunduran saat ini ketika hanya mematok perebutan kekuasaan sebagai satu-satunya tujuan tanpa berfikir untuk apa kekuasaan dilegitimasi kepada seseorang atau rezim dalam kaitannya dengan keniscayaan perjuangan keadilan dan kesejahteraan umat manusia.

Tetapi ketiga perempuan penggagas manifesto tak merasa putus asa menghadapi tantangan itu. Mereka berseru agar demokrasi tak mengecualikan keadilan sebagai agenda. Perusahaan harus didemokratisasi, pekerjaan didekomodifikasi dan lingkungan wajib dipulihkan.

Penulis adalah Dosen Fisip UMSU, Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBASIS).


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

<strong>Perusahaan, Pekerjaan Dan Lingkungan</strong><strong></strong>

<strong>Perusahaan, Pekerjaan Dan Lingkungan</strong><strong></strong>

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *