Moral Merosot Pendidikan Tersorot

  • Bagikan
<strong>Moral Merosot Pendidikan Tersorot</strong>

Siswa yang tidak ada lagi adabnya sangat berpotensi besar membuat suatu kejahatan. Jika sudah seperti ini negara kita tidak ada ubahnya seperti sumur yang kering. Ya kering akan nilai-nilai moral

Sudah seperti kewajiban bagi guru untuk mendidik peserta didiknya. Sungguh luar biasa perjuangan membentuk orang menjadi yang orang yang terdidik. Bisa dibilang pekerjaanya cukup sulit tapi pengorbanannya jarang orang mau melirik. Alhasil gaji sedikit buat hati setiap bulan menjadi sakit dan yang parahnya masih ada yang sama sekali tak digaji selama beberapa bulan. Sudahlah gaji sedikit ditambah lagi beban kerja yang sulit.

Persoalan mendidik anak menjadi orang yang terdidik adalah persoalan sulit yang tidak semua orang bisa melakukannya. Guru merupakan orang mulia yang diberi kemampuan mendidik generasi menjadi generasi yang terdidik. Bisa dibilang keberhasilan satu orang guru saja, jika sukses mendidik satu anak menjadi anak yang beradab sudah dapat menyelamatkan bangsa ini dari degradasi moral.

Degradasi moral yang tidak ditangani akan menjadi beban besar bagi negara. Peristiwa penurunan karakter anak yang kian hari menyimpang cukup memberi kita gambaran bahwa anak disekolahkan belum tentu menjadi orang yang terdidik. Lunturnya adab dan akhlak pada anak menandakan belum seutuhnya menjadi orang yang terdidik.  Lantas bukankah sekolah tempatnya anak dididik menjadi orang terdidik?

Moral anak sudah merosot sementara orangtua datang sewot-sewot mengeluhkan anaknya yang telah susah payah disekolahkan tak kunjung juga menjadi orang yang baik. Peristiwa ini seakan-akan menjadi daftar kesalahan seorang guru jika tak berhasil mendidik siswanya, padahal persoalan mendidik bukan hanya tugas wajib seorang guru.

Sekolah hanyalah tempat bagi seorang anak mendapatkan pendidikan. Namun yang sering kita lupakan ialah rumah sebagai  tempat pertama anak mendapatkan pendidikan yang berkarakter. Sebagaimana yang kita ketahui sama-sama bahwasanya ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Perlu sama-sama kita cermati, guru bukan satu-satunya orang yang mutlak dituntut dalam persoalan memperbaiki moral anak sebab sosok ibulah yang sebagai sekolah pertama yang akan mengajarkan anak bagaimana caranya menjadi anak yang bermoral, anak yang punya akhlak dan anak yang cinta dengan kebaikan.

Penurunan karakter anak bangsa yang kian hari semakin menyimpang menjadi perhatian besar sekaligus kecewa terbesar bagi seorang guru. Peristiwa ini seakan-akan membawa cambuk bagi negara bahwa dunia tidak lagi kekurangan orang-orang yang cerdas. Berbagai kasus penyimpangan yang dilakukan oleh generasi seolah memberitahu kepada kita bahwasanya negara ini sudah darurat sekaligus krisis orang-orang yang bermoral. Itulah mengapa para ulama mengatakan adab dulu baru ilmu.

Maka tak salah ada kutipan yang mengatakan bahwa orang yang beradab sudah pasti memiliki ilmu tetapi orang yang berilmu belum tentu memiliki adab. Sama-sama kita ketahui dan pahami bahwa letak perbedaan manusia dengan binatang ialah terletak pada akal atau ilmu. Akal menjadi kelebihan yang diberikan Allah khusus untuk kita sebagai manusia. Tanpa adanya akal maka tak ada pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya.

Melalui akal manusia bisa berpikir. Ini artinya fungsi akal bukan main-main bahkan menjadi seorang ilmuwan terkenal sekalipun pasti orangnya ialah orang yang pemikir. Orang yang berilmu adalah orang yang menggunakan akalnya dalam menemukan kebenaran. Ini juga yang menandakan bahwa fungsi akal sebagai syarat dalam mempelajari ilmu pengetahuan dan ini juga merupakan suatu pembenaran bahwasanya sekolah adalah tempat orang-orang berilmu yang menggunakan akalnya untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

Namun pada kenyataanya sering kali kita temukan pada hidup bahwa ada banyak kejadian yang tidak sesuai dengan harapan yang telah diupayakan untuk terwujud. Ya contohnya saja, guru berharap dengan segala didikan dan pengajaran yang ia berikan, ia dapat membentuk siswanya menjadi orang-orang yang memiliki kepribadian yang baik.

Namun yang terjadi justru sebaliknya, acap kali kita sebagai pendidik mendapati kasus murid yang tidak sopan terhadap gurunya karena alasan sang wali murid memiliki jabatan tinggi. Itu baru satu kasus, belum lagi kasus murid yang tak menghargai gurunya karena ia merasa biaya iuran sekolah murid itu untuk membayar gaji gurunya. Ini terjadi di sekolah-sekolah swasta, dimana pasti kita sebagai pendidik pernah mendapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan selama mendidik siswa yang elit-elit tersebut.

Boro-boro mengajarkan pentingnya punya akhlak, baru disuruh sekadar mengambilkan barang, murid sekarang dengan gampangnya berkata kepada gurunya dengan perkataan seperti ini : Ibu/Bapak saja yang membeli spidolnya, bukannya Ibu sudah dibayar di sekolah ini? Ironisnya ini bukan sekali dua kali terjadi di tanah air kita, ada banyak guru diluaran sana yang menyabarkan hatinya hanya karena ingat bahwa tugas guru adalah mendidik siswanya.

Mirisnya lagi siswa sekarang sudah tidak ada rasa takutnya terhadap gurunya. Dilansir dari sebuah situs berita online cnnindonesia.com mengabarkan bahwa siswa sanggup memukul gurunya dengan kursi hanya karena tidak diterima ditegur di kelas saat bermain HP. Peristiwa ini seakan-akan memberi tamparan keras pada dunia pendidikan yang sudah kehilangan pendidikan karakter dan penanaman moral yang baik. Itulah mengapa adab itu nomor satu daripada ilmu. Karena seberapa banyaknya pun ilmu yang telah didapatkan jika tidak disertai adanya adab pada diri seseorang maka segala tindak perilaku yang tercermin pada diri orang itu tidak akan mengambarkan ia sebagai sosok manusia yang memiliki akal.

Untuk itu sangat urgen pendidikan sekarang terutama untuk generasi milineal, menekankan pada pembentukan adab serta penanaman nilai-nilai moral. Sebab jika adab  sudah tidak dimiliki lagi manusia di dunia ini maka berpotensi besar negara kita dihuni oleh orang-orang yang tidak beradab. Jika siswa sekarang terlambat saja kita perbaiki akhlaknya, maka bukan berarti ia tidak berpotensi menjadi mahasiswa yang tidak sopan kepada dosennya.

Lihat saja sangat mudah kita temui pada zaman sekarang, mahasiswa yang tidak memiliki sopan santun pada dosen. Dosen muda kurang dihormati. Alasannya klise katanya terlihat seperti seumuran padahal yang namanya sudah jadi mahasiswa, sudah seyogianya mencerminkan perilaku sebagaimana layaknya seorang mahasiswa bukan lagi seorang siswa.

Gelar sekaligus IPK yang akan diperoleh mahasiswa bukan semata-mata sebagai bahan penilaian tingkat kemampuan akademik seorang individu. Gelar yang disematkan pada belakang nama sudah seharusnya mencerminkan seorang benar-benar terdidik. Gelar yang dimiliki juga harus mampu menggambarkan pola pikir seorang itu sesuai dengan pola pikir orang-orang yang punya pendidikan.

Gelar juga harus mampu mencerminkan seorang itu berbeda dengan orang yang tidak mempunyai gelar. Betapa berat mempertanggung-jawabkan gelar itu, tidak mudah. Namun dengan mudahnya siswa bahkan mahasiswa sekarang tidak memelihara nilai kesopanan kepada gurunya.

Fenomena ini jika terus berlanjut dari waktu ke waktu tentu akan membawa akibat yang fatal dan tentunya ini bisa menjadi kerugian bagi banyak orang-orang. Sebab peningkatan jumlah kasus siswa/mahasiswa yang berperilaku tidak baik pada gurunya akan mempengaruhi jumlah peningkatan kasus kriminalitas pada negara kita.

Siswa yang tidak ada lagi adabnya sangat berpotensi besar membuat suatu kejahatan. Jika sudah seperti ini negara kita tidak ada ubahnya seperti sumur yang kering. Ya kering akan nilai-nilai moral. Adab tidak boleh luntur pada siapapun. Siapapun kita dan dari mana kita berasal, menjungjung adab dan kesoponan adalah tandanya kita sebagai manusia yang telah berhasil dididik.

Penutup

Orang pintar mudah dicari. Namun orang yang berilmu sekaligus beradab sukar dicari. Kita sama-sama sepakat pastinya lebih memilih orang yang adabnya baik walaupun ilmunya kurang daripada memilih orang yang berilmu namun tidak ada adabnya. Orang yang berilmu pastilah berilmu juga caranya berperilaku.

Jangan menjadi sebaliknya. Sudah menuntut ilmu banyak-banyak tapi lupa bagaimana caranya menjadi orang yang beradab. Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik akhlaqnya bukan yang paling banyak kepintarannya. Buat apa gelar banyak-banyak kita peroleh, jika tak mampu menjadi orang yang beradab. Untuk itu sinarilah ilmu yang kita miliki itu dengan adab agar ilmu itu senantiasa menjaga pemiliknya dari segala macam kehancuran. 

Penulis adalah Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah & Keguruan UIN SU.


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

<strong>Moral Merosot Pendidikan Tersorot</strong>

<strong>Moral Merosot Pendidikan Tersorot</strong>

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *