Sekolah dapat melaksanakan mentoring karakter, sebagai upaya menumbuhkan, karakter positif dalam diri guru dan siswa. Begitu juga dengan aturan yang dibuat, hendaknya dapat dipahami dan dijalankan oleh seluruh warga sekolah.
Sekolah, tempat seseorang tumbuh dan terus memperdalam wawasan. Setiap orang tua, menitipkan anaknya di tempat tersebut dan berharap, anaknya dididik dan diajar pelbagai pengetahuan dan keterampilan. Mereka berharap, suatu saat anaknya tumbuh menjadi pribadi yang dapat diharapkan, bukan justru menjadi pribadi yang menghasilkan pelbagai masalah baru. Sekolah pun menyambut baik niat baik tersebut. Buktinya, dikukuhkanlah program sekolah ramah anak atau sejenisnya. Yang memberikan pesan, bahwa anak akan aman berada di sekolah. Tidak hanya itu, mereka pun menguatkan anak agar berhasil meraih cita-citanya.
Namun, seiring berkembangnya zaman, sekolah tak lagi ramah dengan anak. Pelbagai kasus kejahatan terjadi, salah satunya tindakan asusila yang sangat memalukan. Parahnya, pelakunya adalah guru di sekolah tersebut. Orang yang seharusnya digugu dan ditiru, ternyata menjadi aktor tindak kejahatan yang sangat mencoreng wajah baik pendidikan. Parahnya, kasus yang terjadi bukan sedikit.
Dilansir dari laman kompas.com, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap, sebanyak 207 anak menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual di satuan pendidikan sepanjang tahun 2021. Selain itu, baru – baru ini kasus serupa juga terjadi di Kotawaringin timur, diduga seorang guru melakukan tindakan asusila terhadap siswinya sendiri, sebagaimana yang dilaporkan pada laman klikkalteng.id. Banyaknya kasus tindakan asusila yang terjadi di lembaga pendidikan harusnya menjadi perhatian penting bagi kita, agar segera mencari jalan keluar untuk menghentikannya.
Upaya Menghentikan
Sebab, jika tidak, maka kasus serupa akan kembali terjadi. Yang tak enaknya, kasus tersebut memberikan dampak jangka panjang yang membahayakan bagi siswa, salah satunya gangguan kejiwaan. Oleh karena itu, kasus tersebut harus segera dihentikan. Diantara upaya yang dapat dilakukan, yaitu, pertama, menanamkan nilai-nilai agama, etika, dan norma terhadap guru dan siswa.
Nilai-nilai tersebut menjadi perisai utama yang harus ditanam, pihak sekolah dapat melaksanakan program keagamaan dengan rutin di sekolah, seperti membaca Al Qur’an, pengajian, shalat berjamaah, dan pelbagai kegiatan keagamaan lainnya. Selain itu, sekolah juga dapat melaksanakan mentoring karakter, sebagai upaya menumbuhkan, karakter positif dalam diri guru dan siswa. Begitu juga dengan aturan yang dibuat, hendaknya dapat dipahami dan dijalankan oleh seluruh warga sekolah.
Kedua, meningkatkan selektifitas dalam memilih guru. Proses seleksi yang tepat, akan menghasilkan kualitas pekerjaan atau guru yang berkualitas. Maka itu, jangan sampai proses seleksi ini diabaikan. Meskipun, sekolah tersebut sangat membutuhkan guru. Tetapi, proses seleksi tidak boleh diabaikan. Sebab, takutnya akan masuk guru-guru yang tidak diharapkan, yang kedatangannya, bukan menjadi teladan. Tetapi justru menambah permasalahan.
Dalam hal ini, proses seleksi yang dilakukan, dapat meliputi, tes wawasan akademik, kepribadian, praktik mengajar, dan wawancara. Dengan proses seleksi tersebut, diharapkan guru yang dipekerjakan di sekolah dapat menunjukkan kualitas terbaiknya dalam menunaikan setiap amanah yang diberikan.
Ketiga, mengajarkan kepada siswa untuk berani berbicara ketika menjadi korban asusila. Seringkali, siswa yang menjadi korban tindakan asusila mendiamkan kasus yang dihadapinya. Pelbagai tekanan muncul, membuat korban diam seribu bahasa. Tentu, hal tersebut tidak baik untuk dilakukan. Sebab, mendiamkan sebuah perkara, bukanlah jalan keluar terbaik. Justru, dengan bersuara, perkara tersebut akan cepat ditangani. Untuk itu, sekolah mesti memberikan keyakinan dan kenyamanan bagi siswa dalam mengutarakan setiap perkara yang dihadapinya. Dalam hal ini, layanan Bimbingan Konseling (BK) harusnya menjadi penggerak utama dalam mendengarkan setiap konsultasi siswa. Pasca dari konsultasi tersebut, akan diperoleh penanganan terbai atas kasus yang dihadapi oleh siswa.
Selain pelbagai upaya yang telah disampaikan di depan, kesadaran guru dalam memaknai tanggung jawab dalam menjalankan perannya sebagai pengajar dan pendidik, harus selalu ditumbuhkan. Jangan sampai semangat berbagi pengetahuan jadi kesempatan untuk berbuat pelbagai tindakan kejahatan.
Dalam hal tersebut, hendaknya guru selalu melakukan refleksi dari setiap perjalanannya sebagi pemberi pelajaran dan inspirasi bagi siswa. Sehingga ia akan fokus dalam perbaikan dan peningkatan kualitas dalam menjalankan peran, bukan kepada hal-hal lain yang mengaburkan tanggungjawabnya dalam menjalankan peran.
Hampir semua tindakan kejahatan yang terjadi, dilatarbelakangi karena ada kesempatan. Begitupun dengan tindakan asusila di lembaga pendidikan. Sekalipun di tempat setiap orang memperoleh pendidikan dan pengajaran. Jika ada kesempatan, semua tindakan itu bisa terjadi tanpa kita sadari sebelumnya.
Untuk itu, sebagai siswa, tentu harus mewaspadai hal ini, bersikaplah sewajarnya dan berpenampilan seadaanya. Jangan sampai, mengundang oknum nakal untuk bertindak asusila. Karena itu, dalam menghentikan tindakan asusila di lembaga pendidikan, diperlukan semua kesadaran pihak pimpinan, guru, dan siswa. Jika semuanya memiliki suhu yang sama , maka tidak akan ada tindak pidana asusila berikut-berikutnya.
Penulis adalah Guru SMP IT Al Kahfi.
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.