JAKARTA (Waspada): Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan, pada prinsipnya rupiah digital sama dengan alat pembayaran yang lainnya yang sudah ada. Bedanya, yang satu berbentuk kertas, dan satunya lagi berbentuk digital.
Demikian disampaikan Perry dalam talkshow rangkaian BIRAMA (BI Bersama Masyarakat) di Kantor Pusat BI, Jakarta, Senin (5/1/2022).
“Dalam digital rupiah ada NKRI juga. Fitur-fitur yang ada di uang kertas juga ada dalam digital rupiah. Bedanya, kalau di dalam digital rupiah semuanya enkripsi dalam digital-digital, coding-coding. Codingnya di enkripsi, yang tau cuma BI,” jelasnya.
Dia menuturkan, sebagai alat pembayaran, keduanya memiliki fungsi yang sama. Pertama, sebagai alat pembayaran yang sah. Ketiga, dapat digunakan untuk membayar, medium of change. Kedua, sebagai unit of account, dan ketiga, sebagai store of value.
“Jadi ke depan ada rekening biasa, ada juga rekening digital. Ada uang elektronik seperti sekarang, ada uang digital,” ujarnya.
Lebih lanjut Perry menjelaskan alasan BI menerbitkan rupiah digital. Pertama, karena BI merupakan satu-satunya lembaga negara yang berwenang mengeluarkan digital currency atau disebut dengan rupiah digital.
Kedua, karena BI ingin melayani masyarakat, dan ketiga, digitalisasi currency ini dapat dimanfaatkan untuk kerja sama internasional.
Adapun BI sendiri telah meluncurkan white paper yang mencakup desain pengembangan CBDC (Central Bank Digital Currency) atau rupiah digital pada akhir November lalu.
White paper rupiah digital yang disebut ‘Proyek Garuda’ ini merupakan proyek yang memayungi berbagai inisiatif eksplorasi atas berbagai pilihan desain arsitektur rupiah digital.
Perry mengungkapkan alasan BI luncurkan rupiah digital. Pertama, karena BI merupakan satu-satunya lembaga negara yang sah mengeluarkan rupiah digital, sesuai dengan Undang-undang.
Alasan kedua, karena BI ingin melayani masyarakat. Perry menuturkan, saat ini ada masyarakat yang masih ingin menggunakan alat pembayaran kertas, dan ada pula yang masih ingin menggunakan alat pembayaran berbasis rekening.
Namun, Indonesia saat ini didominasi oleh milenial sehingga diperlukan alat pembayaran digital. Sebab saat ini sekitar 60 persen milenial, apalagi anak cucu kita memerlukan alat pembayaran digital,” urai Perry.
Jadi, lanjutnya, BI sebagai bank sentral satu-satunya di Indonesia ingin melayani masyarakat untuk tiga jenis pembayaran, uang kertas, berbasis kartu atau rekening, dan uang berbasis digital.
Alasan selanjutnya adalah digitalisasi currency ini dapat dimanfaatkan untuk kerja sama internasional.
Oleh karena itu, kata Perry, BI bersama dengan bank sentral negara lain bekerja sama mengembangkan central bank currency.
“Di G20 Alhamdulilah sudah disepakati, pilihan-pilihan desain CBDC itu apa, bagaimana digital bank untuk inklusi keuangan dan juga bagaimana CBDC saling kerjasama internasional. Jadi alasan ketiga BI keluarkan CBDC agar kita tetap bisa kerja sama internasional,” terangnya. (J03)