Seberapa besar persamaan dan perbedaan kisah di dalam agama-agama tentang perang dan pertumpahan darah? Adakah negara di dunia ini yang tak memiliki sejarah perang? Adakah negara di dunia ini yang tak mempersiapkan dirinya menghadapi perang…
Penerimaan teologis atas penciptaan manusia dengan segenap tabiatnya, termasuk perang, adalah sebuah problem cukup serius. Di mana-mana, kini, kerap ditemukan sergahan yang kira-kira bunyinya demikian: “sistim politik apa yang harus ditegakkan oleh umat Islam ketika pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW sebagai rasul terakhir sejarah Islam justru dihiasi oleh pertumpahan darah?”
Pertumpahan darah dengan bermacam cara dan modus adalah hiasan peradaban sepanjang sejarah umat manusia, suka atau tidak, dan itu adalah watak manusia, bahkan sejak era rasul pertama, Adam. Tetapi bukan berarti pertumpahan darah itu sesuatu keniscayaan belaka yang tak dihisab sesuai hukum Allah.
Surah Al-Baqarah 11 menunjukkan penjelasan atas watak manusia [Dan apabila dikatakan dan dinasihatkan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi,” dengan melanggar nilai-nilai yang ditetapkan agama, menghalangi orang dari jalan Allah, menyebar fitnah, dan memicu konflik, mereka justru mengklaim bahwa diri mereka bersih dari perusakan dan tidak bermaksud melakukan kerusakan. Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.” Itu semua akibat rasa bangga diri mereka yang berlebihan. Begitulah perilaku setiap perusak yang tertipu oleh dirinya: selalu merasa kerusakan yang dilakukannya sebagai kebaikan].
Bahkan jika ditelaah ke era paling awal, saat Adam akan diciptakan oleh Allah di Surga, surah Al-Baqarah 30 menjelaskan bahwa para malaikat mempertanyakan apakah Allah hendak menjadikan makhluq yang akan merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan mereka mengklaim bertasbih memuji dan menyucikan Allah. Tetapi di dalam ayat ini Allah justru menegaskan bahwa diriNya mengetahui apa yang tidak diketahui para malaikat, sekali pun berakhir dengan pembangkangan iblis (QS. Al-Baqarah 34).
Menemukan metode yang tepat untuk penerimaan secara teologis semua ayat-ayat Allah (termasuk fakta-fakta sejarah) adalah sebuah tantangan besar yang tak semua orang bersedia “berkelana tulus” ke kedalamannya. Memang, ketika “biara intelektual” atau “biara quasi intelektual” menjadi instrumen politik dalam arena sekularisme, maka Tuhan pun kerap hendak “diadili” dengan penuh kebencian termasuk antara lain dengan meragukan firman-firman-Nya.
Surat QS. Al-Maidah: 32 berisi tentang larangan membunuh dan di sana terdapat tamsil aksi pembunuhan (yang dipandang seakan-akan membunuh semua manusia). Semua hal yang berkategori munkar, termasuk rentetan pembunuhan yang pernah terjadi dan yang masih akan terjadi, diatasnamakan oleh dan untuk agama atau tidak, seluruhnya, tentu saja, akan terpulang kepada mizan Allah Subhanahu wa ta’ala. Hanya kecerdasan teologis yang akan menuntun pemahaman yang komprehensif dan benar tentang tikai sesama manusia yang berakibat keterbunuhan di antara sesama mereka.
Islam tak mungkin meniadakan terminologi qital. Kata qital adalah bentuk mashdar (kata dasar) dari fi a-lqâtala, (qâtala, yuqâtilu, qitâl(an), muqótalatan]) yang dapat berarti perang. Qatalahu berarti hârabahu wa ‘âdâhu (memeranginya dan mengembalikannya).
Kata itu tercantum berbilang pada Al-Qur’an dengan variasi bentuk fii’l mâdhi, mudhâri’, amr (perintah), maupun nahi (larangan). Banyaknya ayat dalam Al-Qur’an yang memuat kata ini dan bentukannya tak ayal mempengaruhi pandangan sebagian kaum muslim bahwa Islam sesungguhnya justru tidak berbicara tentang perang, melainkan ketentuan dan rincian tentang qital (perang).
Qital (perang) itu disebut bermakna jihad secara syar’i, yakni al-qital fi sabilillâh bisyurâthihi (jihad adalah perang di jalan Allah dengan berbagai syarat atau ketentuannya). Jika kata jihâd dinyatakan tanpa indikasi dan atau tendensi tertentu maka yang dimaksudkan adalah jihad dalam makna syar’i, yaitu qital (perang).
Konon ayat pertama Al-Qur’an yang membolehkan kaum mukmin berperang terdapat pada Surat Al-Hajj: 39 [Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu].
Makna izin dalam ayat ini tentu saja tidak sekadar ibâhah (boleh), karena lebih jauh para fuqaha menjelaskan bahwa jika kaum Muslim atau wilayah mereka diserang, mereka bahkan wajib berperang mempertahankan wilayah kaum Muslim dan mengusir musuh mereka. Malah Allah memerintahkan agar membalas setimpal dengan serangan yang diterima.
Sebagaimana dalam keseluruhan perang yang pernah terjadi, perang (yang disyariatkan Islam) itu dapat mencakup perang yang hanya bersifat defensif (jihad difã’i) dan perang ofensif (jihad hujui). Perang defensif menjadi kewajiban selama ada musuh yang menyerang mereka. “Perangilah mereka itu sehingga tidak ada fitnah lagi dan ketaatan itu semata-mata hanya untuk Allah. Jika mereka berhenti maka tidak ada permusuhan kecuali kepada orang-orang yang zalim” sebagaimana diterangkan oleh QS. Al-Baqarah 193.
Sedangkan perang ofensif (jihad hujui) dilakukan bukan dalam rangka penjajahan, tetapi dalam rangka membebaskan umat manusia (dari kegelapan dan kekufuran) menuju iman, untuk membebaskan umat manusia dari kezaliman dan ketidakadilan sistem menuju kesejahteraan dan keadilan.
Jihad dan qital berasal dari dua akar kata berbeda. Jihad berasal dari kata jahada (berusaha dengan sungguh-sungguh). Sedang kata qital yang berasal dari kata qatala (bermakna membunuh atau mematikan). Meski pun begitu jihad dan qital tak tertutup untuk difamai dalam penggunaan objek dan sasaran yang sama (sabilillah, jalan Allah).
Namun tampaknya qital lebih banyak bertujuan melawan secara fisik (kelompok-kelompok yang memerangi umat Islam), sedangkan perintah jihad hampir seluruhnya cenderung untuk meneguhkan dimensi sabilillah (jalan kebaikan) dengan kemungkinan pengecualian pada surah Al-Furqan 52 yang memerintahkan jihad melawan orang kafir meski mungkin yang dimaksud bukanlah jihad fisik dengan menggunakan senjata.
Tampaknya para ahli tak sedikit yang menerjemahkan ayat ini dengan menyorot apada alat yang digunakan dalam jihad yang lebih dimaknai bukan senjata pembunuh yang mematikan, melainkan Al-Qur’an (yang menyadarkan dan menghidupkan). Argumennya sederhana, bahwa jihad dengan menggunakan Al-Qur’an tentulah berarti memuliakan bukan merendahkan, serta menghidupkan bukan mematikan. Wallahu a’lam.
Terkait itu mungkin surah Al-Hajj 78 relevan dipetik [Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang Muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini, agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah salat; tunaikanlah zakat, dan berpegangteguhlah kepada Allah. Dialah Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong].
Ungkapan berjihad di jalan Allah mungkin dapat dimaknai bahwa seakan Allah ingin menyatakan jihad itu adalah sesuatu yang hanya bertujuan kebaikan semesta yang disimbolkan dengan kata Allah. Bahkan jihad terbesar itu adalah urusan menundukkan diri sendiri (hawa nafsu).
Bagaimana dengan qital? Beberapa ayat seperti QS. At-Taubah: 36 [….dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa] jelas mengindikasikan tindakan fisik. Tak berbeda jauh dari QS. Al-Baqarah: 190 [Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas]. Bandingkanlah dengan bunyi surah QS. An-Nisaa’: 76 [Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, maka perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu lemah].
Juga QS. At-Taubah: 29 [Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang telah diberikan Kitab, hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk].
QS. At-Taubah: 123 [Wahai orang yang beriman! Perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu, dan hendaklah mereka merasakan sikap tegas darimu, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang yang bertakwa].
Tentu saja penegasan Al-Hujurat: 9 sangat spesifik [Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil].
Karena itu tak sedikit ulama yang meyakini bahwa tak mungkin diabaikan perbedaan makna antara jihad dan qital, karena jihad itu adalah upaya sungguh-sungguh untuk menegakkan keadilan, menghilangkan kezaliman, dan kesewenang-wenangan yang mungkin dapat dilakukan dengan berbagai cara (damai dan diplomatis) untuk menyadarkan, mencerahkan, dan membahagiakan kehidupan semesta. Sedangkan qital lebih dimaknai perjuangan fisik melawan orang kafir, musyrik, pemberontak, dan orang zalim dengan menggunakan kekuatan fisik dan senjata.
Seberapa besar persamaan dan perbedaan kisah di dalam agama-agama tentang perang dan pertumpahan darah? Adakah negara di dunia ini yang tak memiliki sejarah perang? Adakah negara di dunia ini yang tak mempersiapkan dirinya menghadapi perang yang karena itu terpaksa memprioritaskan alokasi sumberdaya, teknologi dan keuangan untuk menghadapi perang?
Penulis adalah Dosen Fisip UMSU, Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBASIS).
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.