KUTACANE (Waspada): Berbagai kalangan di Aceh Tenggara mengharapkan pihak terkait agar mengawasi aksi liar perambahan hutan, terutama di kawasan Hutan Taman Nasional yang yang berada di daerah tangkapan air.
Permintaan tersebut muncul di tengah kekhawatiran masyarakat, akibat masih seringnya terjadi aksi perambahan dalam kawasan hutan TNGL dan hutan lindung yang disebut- sebut memicu terjadinya bencana alam banjir bandang di beberapa wilayah di Aceh Tenggara, terutama di Kecamatan Darul Hasanah.

Yashut, salah seorang aktivis lingkungan hidup di Aceh Tenggara mengaku, prihatin melihat masih terjadinya aksi perambahan hutan dan illegal logging dalam kawasan hutan TNGL maupun hutan lindung.
Apalagi hutan yang dirambah tersebut, posisinya berada di alur sungai sebagai sumber air bagi masyarakat di Bumi Sepakat Segenep, namun jika perambahan hutan terus berlangsung, maka pada akhirnya akan menyebabkan warga kekurangan air, bahkan pada musim penghujan akan menyebabkan terjadinya banjir bandang.
Buktinya nyata yang terlihat baru- baru ini, akibat perambahan hutan dan aksi illegal logging yang terjadi beberapa tahun lalu dan puluhan tahun lalu, 5 kute (desa) di Kecamatan Darul Hasanah diantaranya Rambung Teldak, Rambung Jaya, Lawe Pinis, Srimuda dan Makmur Jaya menjadi sasaran banjir bandang.
Selain menyebabkan kerugian material yang tak terperi, ujar Yashut, banjir bandang ya g trrjadi diakhir Oktober tahun ini juga menyebabkan sarana dan prasarana milik pemerintah dan masyarakat rusak berat seperti jalan raya terputus, rumah penduduk, areal persawahan, pertanian dan rumah ibadah rusak serta beberapa jembatan ambruk hingga menyebabkan beberapa kute terisolir, ditambah beberapa warga meninggal dunia terseret banjir bandang.

Untuk itu, agar kejadian yang menyedihkan tersebut tidak terjadi lagi, seluruh komponen masyarakat Aceh Tenggara maupun pihak berkompeten hendaknya bersama-sama menjaga kelestarian hutan TNGL dan hutan lindung yang ada di Aceh Tenggara.
“Jangan hanya karena kepentingan pribadi dan maupun kelompok untuk mendapatkan keuntungam, lantas mengorbankan orang banyak, cukuplah banjir bandang Simpang Semadam, Lawe Sigalagala, Lawe Mengkudu, Jambur Lak-lak dan beberapa wilayah lainnya di Aceh Tenggara akibat perambahan hutan dan ilegal Logging ,menjadi pelajaran bagi kita bersama,” ujar Yashut seraya menyinggung penegakan hukum dan tindakan tegas terhadap pelaku illegal logging maupun perambahan hutan dalam kawasan TNGL.
Informasi diterima Waspada dari sumber yang layak dipercaya menyebutkan, beberapa minggu yang lalu, petugas penjaga hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan elemen masyarakat lainnya, menemukan aksi illegal logging dalam kawasan hutan terlarang, terutama dekat alur sungai di Kecamatan Darul Hasanah.
Illegal logging tersebut, terjadi di hulu sungai Lawe Nimbekh, Resor Lawe Mamas dalam kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser, sebab itu jika tidak diawasi dan dijaga dengan ketat, jika hulu sungai dan daerah tangkapan air tersebut rusak, dikhawatirkan akan menyebabkan terjadi bencana alam banjir bandang di kute Ujung Baru, Kuta Ujung dan Kute Istiqamah serta Kute Pulo Piku.
Tak Ada Peta Rawan Bencana
Selain perambahan hutan dan aksi illegal logging yang terjadi dalam kawasan terlarang di Kecamatan Darul Hasanah, Yashut dan pegiat lingkungan lainnya juga menyoroti dan mempertanyakan tak adanya peta kawasan rawan bencana, meskipun peta itu sangat penting dan berguna untuk meminimalisir dampak bencana alam banjir bandang dan banjir sungai.
Bencana alam banjir bandang dan banjir sungai memang telah menjadi langganan di Aceh Tenggara, namun anehnya pihak BPBD tampaknya masih berpangku tangan saja menyikapi situasi yang terjadi, sambung warga lainnya, meskipun telah menyebabkan korban nyawa dan kerugian yang tak terperi akibat bencana alam tersebut.
Jika ada peta rawan bencana alam dari pihak BPBD, mungkin dampak kerugian yang ditimbulkan bencana alam banjir bandang dan banjir sungai, tidak separah seperti yang terjadi baru-baru ini, karena bisa diantisipasi di minimalisir, namun sayangnya sambung warga lainnya, peta rawan bencana tersebut sama sekali tak terpikirkan pihak BPBD, bahkan pihak BPBD tampaknya lebih mengutamakan proyek penanganan darurat dan penanganan rehab rekon.

Kalaksa BPBD Agara, Nazmi Desky kepada Waspada, Selasa (22/11) membenarkan jika sampai saat ini pihak BPBD sama sekali belum pernah membuat peta rawan bencana di Aceh Tenggara. “Belum ada, sedang membuat kajiannya, kajian resiko bencana,” kata Nazmi Desky.
Terpisah Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, DR.U.Mamat Rahmat S.Hut.MP kepada Waspada, Rabu (23/11) mengatakan, terkait maaih terjadinya perambahan hutan dan aksi illegal logging dalam kawasan TNGL khususnya di Kecamatan Darul Hasanah, pihaknya akan melakukan beberapa langkah dalam upaya penegakan hukum terhadap aktivitas iIlegal logging dalam kawasan TNGL.
Upaya tersebut yakni, pendekatan Pre- Entip melalui sosialisasi, persuasif yakni dengan mengajak seluruh dan masyaraiat dan stakeholder, upaya preventif yakni melalui patroli rutin petugas bersama masyarakat mitra Polhut dan pendekatan represif yakni penegakan dengan berkoordinasi dengan kepolisian dan balai Gakkum Lingkungan Hidup dan Kehutanan.(b16)