Scroll Untuk Membaca

Headlines

Kejatisu Hentikan Penuntutan Kasus Penganiayaan Dan KDRT

MEDAN (Waspada): Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) kembali menghentikan penuntutan dua perkara pidana umum melalui restorative justice (RJ). Kedua perkara diantaranya, kasus penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejatisu Yos A Tarigan mengatakan, dua perkara tersebut yakni dari Kejari Tanjungbalai Asahan dan Kejari Binjai.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Kejatisu Hentikan Penuntutan Kasus Penganiayaan Dan KDRT

IKLAN

“Dua perkara yang diusulkan adalah perkara penganiaayaan dan perkara kekerasan dalam rumah tangga disetujui oleh Jampidum,”kata Yos, Senin (13/6).

Perkara pertama, kata dia, yang diusulkan dan disetujui adalah dari Kejari Tanjungbalai Asahan dengan tersangka Sangkot Marbun ,50, dipersangkakan dengan Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.

“Di mana, tersangka saat itu diduga terhasut dan sakit hati setelah mendengar cerita dari orang di warung bahwa ia disebut sebagai panangko (pencuri) oleh korban yang bernama Gumara Dihon Pasaribu ,42, tak lain adalah tetangganya sendiri,” ucap Yos.

Karena merasa tidak senang tadi, lanjutnya, tersangka langsung menganiaya korban di depan rumah korban. Setelah perkara ini bergulir ke Kejari Tanjungbalai, digagas untuk menghentikan penuntutannya berdasarkan Perja No 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang mengutamakan pemulihan kembali kepada keadaan semula.

Perkara kedua, katanya, yakni tersangka Robonson Simarmata alias Robin ,47, yang menampar pipi kanan saksi Desy Tiurnida Simatupang sebanyak satu kali dan memukul kepala isterinya sendiri dengan handphone.

“Perbuatan tersangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Pasal 44 ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dan setelah dimediasi, antara tersangka dan korban sudah sepakat untuk berdamai,” ujarnya.

Pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan dengan penerapan RJ terhadap perkara ini karena perkara pertama, antara tersangka dan korban masih tetangga sebelah rumah dan perkara kedua adalah suami isteri.

“Kemudian, pertimbangan penghentian penuntutan ini berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No 15 tahun 2020 yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian dibawah Rp2,5, ancaman hukuman dibawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga,” terangnya.

Selain bertujuan untuk memulihkan ke keadaan semula, tambah Yos, antara tersangka dan korban sudah ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Proses pelaksanaan perdamaian juga disaksikan oleh keluarga, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta difasilitasi oleh Kajari, Kasi Pidum dan jaksa yang menangani perkaranya.

Penghentian penuntutan kedua perkara itu, sebelumnya diusulkan langsung oleh Kajatisu Idianto, didampingi Koordinator Bidang Pidum Gunawan Wisnu Murdiyanto, Kabag TU Rahmad Isnaini, Kasi Oharda Zainal, Kasi Penkum Yos A Tarigan, juga diikuti secara zoom oleh Kajari Tanjungbalai Rufina Br Ginting dan Kajari Binjai M Husein Admaja. (m32).

Waspada/ist
Kajatisu Idianto saat menyampaikan usulan penghentian penuntutan perkara yang digelar virtual beberapa waktu lalu.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE