MEDAN (Waspada): Terkait statemen pemerintah soal rencana meninjau ulang rekomendasi organisasi profesi kesehatan, salahsatunya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai syarat dokter untuk mendapatkan surat izin praktik (SIP) dinilai pengamat kesehatan Sumut, Delyuzar dr.M.Ked (PA),Sp.PA(K) (foto) sangat disayangkan.
Menurutnya, jika rekomendasi SIP oleh profesi kesehatan ditinjau ulang, apalagi dihapuskan, diprediksi akan banyak pelanggaran kode etik, dan malpraktek kedokteran.
“Kita prediksi jika rekomendasi praktik dokter oleh IDI dihapuskan akan tidak ada pelindung masyarakat. Suka-suka dokter nanti melakukan praktik. Dokterkan membina anggotanya harus sesuai dengan kode etik. Kalau gak malpraktik, pelanggaran kode etik dilakukan oleh dokter siapa itu yang ngawasi, memangnya menteri kehakiman ngerti?,” ungkap Delyuzar kepada Waspada pada Jumat (8/4).
Kata Delyuzar lagi, kalau dibiarkan maka dokter akan lepas berpraktik suka-sukanya, yang kasian tegasnya adalah masyarakat. Itulah makanya adanya profesi kedokteran menjaga keluhuran fungsi dokter.
“IDI sebagai anggota profesi harus menjalankan keputusannya. Kemudian kita ingin semua orang mengembalikan semua fungsi bahwa bagaimana dokter menjalankan praktik sesuai profesionalisme itu Melindungi masyarakat,” jelasnya.
Namun ia saat ini heran saat ini banyak orang ikut mencampuri urusan profesi. Nilainya kalau ada anggota profesi melanggar kode etik tentu dia akan diadili oleh MKEK (Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia). Dan itu katanya normal-normal saja.
“Ada anggota mau membela diri tapi tak datang-datang kenapa kok malah DPR ikut campur dan segala macam orang ikut campur. Inikan aneh ini, urusannya urusan profesi kok malah jadi politik,” ungkapnya.
Sebutnya lagi, wajar saja kalau ada yang melanggar etik lalu dia sudah sekian lama ditunggu, pembelaannya juga tidak ada lalu diberi saksi, berarti yang dilakukan oleh lembaga profesi itu artinya saat ini melindungi pasien.
“Melindungi pasien itu kalau dia melakukan penelitiannya misalnya jika tidak sesuai dengan etik tentu komite etik itu menjagala, ini bukan untuk kepentingan profesi tapi pasien. Kalau dia tidak bisa membuktikan tindakan dia berdasarkan aturan, maka majelis kode etik akan menindak,” katanya.
Nah kalau tiba-tiba menteri menghapuskan rekomendasi izin praktik oleh IDI negara apa ini, kok tidak menjaga lembaga profesinya. Kok tiba-tiba ada campur tangan orang luar.
Lalu urusannya apa, pemerintah itu ya menjalankan undang-undang la, yang harus dikontrolnya itu bagaimana apakah menteri kesehatan sudah menjalankan undang-undang praktik kedokteran atau apakah Program Kelas Khusus Internasional (KKI) KKI sudah menjalankan fungsinya karena itu bagian dari presiden langsung.
“Jadi sebenarnya yang dilakukan oleh pemerintah melakukan fungsi dia,” tegasnya lagi.
Sementara itu, dijelaskannya bahwa rekomendasi SIP oleh IDI itu bukan mudah, semua harus sesuai persyaratan.
“Mungkin orang selama ini salah memahami seakan akan izin praktik itu milik IDI, tapi sebenarnya salah, IDI itu tidak membuat izin praktik, tetapi izin praktik itu dibuat oleh kalau di Jakarta oleh dinas tertentu, kalau di Medan oleh Dinas Perizinan terpadu. Jadi IDI itu hanya merekomendasi. Hanya sebagai lembaga profesi, tentu dialah yang merekomendasikan dokter mendapat izin itu,” papar Delyuzar, yang saat ini aktif di Universitas Sumatera Utara (USU).
Kemudian persyaratannya harus ada surat sertifikat profesi yang dikeluarkan oleh universitas, sertifikat kompetensi dan surat tanda registrasi itu oleh konsul kedokteran Indonesia .
“Jadi kalau itu sudah lengkap, maka IDI akan memberikan rekomendasi, ” tandasnya. (cbud)