In Loving Memory HAJI ANIF: SOSOK TOKOH DERMAWAN (23 Maret 1939 – 25 Agustus 2021)

  • Bagikan

Saya mengenal sosok Haji Anif kala masih bertugas di Jakarta, tepatnya saat menjadi Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, tahun 2014-2018. Seingat saya Beliau tiga kali ke ruang saya untuk membicarakan pengembangan lembaga pendidikan di Medan, khususnya Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan (UIN SU Medan) yang pada masa itu rektornya adalah Alm. Prof. Nur A. Fadhil Lubis, MA. Waktu itu saya berbicara tentang perhatian pemerintah (Kemenag) dalam pembiayaan pembangunan di PTKIN melalui berbagai macam skema, di antara adalah melalui SBSN dan Loan Luar Negeri seperti IsDB atau Saudi Fund.

Tetapi justru Haji Anif menyarankan agar keterlibatan masyarakat dikembangkan juga, termasuk dunia usaha. Bagi Haji Anif bahwa tanggung jawab pendidikan tidak hanya ada di tangan pemerintah tetapi juga masyarakat, khususnya dunia usaha. Beliau tidak hanya berbicara tetapi juga kemudian melakukannya dengan memberikan donasi ke lembaga-lembaga pendidikan tinggi.
Ayah dari Wakil Gubernur Sumatera Utara Musa Rajekshah ini juga menggagas tentang pentingnya masjid itu bersih.

Ada keinginan yang sangat kuat di dalam batinnya bahwa masjid itu adalah tempat ibadah sehingga harus menjadi contoh sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW. yang artinya “kebersihan adalah sebagian dari iman”. Masjid adalah tempat ibadah sehingga harus memenuhi standar kebersihan. Jika masjidnya tidak bersih maka akan menggambarkan bahwa “tempat ibadah yang suci saja kotor apalagi lainnya”. Haji Anif takut hal tersebut akan menumbuhkan stigma “orang Islam itu tidak bersih”. Masyarakat Islam harus menjaga mentalnya agar menjaga kebersihan. Itulah sebabnya Pak Haji Anif lalu terjun dengan program menjaga kebersihan tempat ibadah.


Beliau bernama lengkap H. Musannif Bin H. Gulrang Shah dan lebih dikenal dengan nama Haji Anif. Nama yang lekat di kalangan rakyat kecil sampai pejabat, dari birokrat sampai akademisi, dari pengusaha besar bahkan pengusaha kecil. Pengalaman adalah guru terbaik, itulah yang menjadi visi dan misi kehidupannya. Pengalaman Pak Haji Anif di masa muda, mulai dari dikeluarkan dari sekolah, menjadi sopir angkot, terlunta-lunta di Jakarta, dan segudang pengalamannya dalam berusaha merupakan kaca benggala kehidupan yang nyata, yang bisa membawanya ke jalan yang benar.


Selain itu kerja keras dan menjaga kepercayaan. Dua bekal ini yang dapat mengantarkan seseorang untuk sukses. Dari nama yang nyaris tidak dikenal kecuali oleh keluarga dan kelompoknya sampai menjadi tokoh yang disegani karena kedermawanannya. Beliau adalah pembelajar yang hebat dengan talenta kerja keras dan dapat dipercaya akhirnya menuai kesuksesan yang luar biasa. Pengalaman hidup dari titik nol itulah yang mengantarkannya untuk menjadi sosok yang mengedepankan social intelligent, orang yang sangat menyadari penderitaan orang lain. Sebagai pengusaha Haji Anif tidak hanya mengedepankan rational intelligent, yang basisnya untung rugi, akan tetapi justru kecerdasan emosional dan sosial yang sangat mempengaruhi kehidupannya.

Disadarinya bahwa harta yang diperoleh bukan semata-mata hasil kerja kerasnya, akan tetapi juga ada support dari orang lain, bahkan yang tertinggi karena rahmatnya Allah SWT.
Sosok Haji Anif adalah contoh pengusaha yang dermawan. Di UIN SU Medan dapat ditemui Gedung Haji Anif, yang merupakan gedung sumbangannya. Beliau tidak ingin namanya diabadikan di situ, tetapi bagi civitas akademika UIN SU Medan tentu merupakaan penghormatan dan kebanggaan bahwa ada seorang warga Sumatera Utara, yang peduli atas pembangunan fisik UIN SU. Jika kemudian Gedung itu dinamai dengan namanya tentu merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah atas kedermawanan Haji Anif untuk UIN SU.

Haji Anif juga ditetapkan sebagai Dewan Penyantun UIN SU. Tidak hanya UIN SU yang memperoleh sentuhan tangan dermawannya tetapi juga UNIMED dan USU. Selain itu, program mengembangkan 99 masjid juga terus berjalan, sebab putra-putranya terus melanjutkan keinginan ayahnya.
Haji Anif sempat berpesan kepada saya, agar saya berkunjung ke rumahnya jika saya ke Medan, tetapi sampai Haji Anif menghadap Allah SWT, keinginan itu tidak sempat saya tunaikan. Saya tidak sempat ke Medan, sehingga keinginan itu hanya menjadi kenangan saja. Pernah suatu ketika saya bercerita kepadanya akan ke Medan dan konon sudah disiapkan segala sesuatunya, ternyata saya tidak jadi pergi. Maka peluang bertemu juga lenyap begitu saja. Pernah Haji Anif menelpon saya agar ke Medan, namun demikian saya juga tidak bisa. Takdir Tuhan rasanya sehingga tidak mempertemukan saya di rumahnya.


Saya tentu masih terkenang atas profil Haji Anif, seorang lelaki keturunan Afghanistan, yang ditempa oleh budaya Batak yang secara sistemik membangun karakter Haji Anif yang tegas, otoritatif dan philantropik. Perpaduan karakter yang sungguh diperlukan di tengah gelegak kehidupan yang tidak ramah terhadap orang yang lemah dan tidak berprinsip. Finally, “We can’t have old days back when we were all together. But happy moments and loving thoughts of you will be with us forever.” Semoga apa yang telah dilakukan oleh Bapak Haji Anif dapat menjadi legacy bagi anak-anak dan turunan beliau.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Nur Syam: Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya
Nurhayati: Guru Besar UIN Sumatera Utara Medan


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

In Loving Memory HAJI ANIF: SOSOK TOKOH DERMAWAN (23 Maret 1939 - 25 Agustus 2021)

In Loving Memory HAJI ANIF: SOSOK TOKOH DERMAWAN (23 Maret 1939 - 25 Agustus 2021)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *